Kamis, 07 Agustus 2025

Dinamika Putusan MK Sistem Ketatanegaraan Meskipun Keputusan MK Bersifat Final dan Mengikat

Zainul Azhar - Rabu, 06 Agustus 2025 21:12 WIB
Dinamika Putusan MK Sistem Ketatanegaraan Meskipun Keputusan MK Bersifat Final dan Mengikat

Jakarta, MPOL - Dinamika putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sistem ketatanegaraan meskipun Keputusan MK bersifat final dan mengikat demikian Wakil Ketua Badan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan dalam diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia "Menata Ulang Demokrasi Implikasi Putusan MK dalam Reisi UU Pemilu", Rabu (6/8) di DPR/MPR RI Jakarta.

Baca Juga:
Menurutnya proses politik dan legislasi tetap memiliki ruang yang sah dalam sistem demokrasi, pandangannya terkait berbagai dinamika ketatanegaraan, termasuk soal putusan MK dan sistem pemerintahan Indonesia. "Kalau saya diberikan kesempatan, saya berdiam diri juga salah. Walaupun kelak saya baca putusan MK, apakah keputusannya A, B, C, atau D, itu adalah urusan yang melalui proses tarik-menarik kepentingan. Tapi, untuk hal-hal yang menyangkut saya, saya akan bertanggung jawab. Bisa sama, bisa berbeda."

Bangsa Indonesia saat ini hidup dalam sistem ketatanegaraan yang terbuka. Oleh karena itu, tidak seharusnya masyarakat terlalu cepat membandingkan kondisi saat ini dengan Undang-Undang Dasar saat disahkan pada 18 Agustus 1945.

"Kita jangan terlalu cepat meng-compare situasi hari ini dengan konstitusi saat awal kemerdekaan. Sekarang sistem sudah terbuka. Fenomena-fenomena seperti putusan MK atau hal-hal lain adalah konsekuensi dari kehidupan demokratis yang harus kita hormati." Perbedaan pendapat dalam menyikapi putusan MK merupakan hal yang wajar dalam negara demokrasi.

"Jangan baperan. Hidup itu perjalanan. Kalau melihat sesuatu masih ada respon, ya itu ruang demokrasi. Hormati dan hargai prosesnya." Agun menyinggung bahwa keputusan MK adalah produk hukum yang harus dihormati, namun pelaksanaan kebijakan tetap berada di ranah eksekutif dan legislatif, yakni Presiden dan DPR.

"Putusan MK itu final dan mengikat, iya. Tapi, tidak serta-merta semuanya bisa langsung dijalankan. Harus ada kebijakan, regulasi, dan undang-undang yang mengatur pelaksanaannya. Itu kewenangan DPR dan Pemerintah. Sebagai Ketua Panitia Khusus (Pansus) Undang-Undang Kementerian Negara dan pelaku sejarah reformasi undang-undang di DPR, Agun juga menekankan pentingnya memahami struktur konstitusional Indonesia secara utuh.

"Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Kita bukan negara yang menganut supremasi kekuasaan, tetapi supremasi hukum. Jadi, segala bentuk kebijakan harus tunduk pada konstitusi," tutur Agun Guanandjar.

Selain itu menyinggung soal Pilkada, memberi penekanan bahwa pemilihan kepala daerah memiliki dasar hukum yang berbeda dengan pemilu nasional. "Pilkada itu bukan bagian dari Pemilu nasional. Kepala daerah dipilih secara demokratis, tapi bukan melalui sistem yang sama dengan pemilu presiden atau DPR. Itu diatur dalam pasal 18 UUD 1945, yang menegaskan Indonesia sebagai negara kesatuan yang dibagi atas provinsi dan kabupaten/kota."

MK seharusnya lebih fokus pada urusan konstitusional dan tidak terjebak mengurusi hal-hal teknis yang menjadi ranah pemerintah daerah. "MK itu lembaga tinggi negara. Jangan sampai jadi tempat mengurus hal-hal ecek-ecek seperti sengketa kepala daerah. Biarkan proses politik dan hukum berjalan sesuai jenjangnya. Hormati pilar-pilar ketatanegaraan yang ada," tegas Agun Gunandjar.

Sementara itu pengamat politik Abdul Hakim MS mengatakan terkait dengan putusan MK argumentasi yang dikeluarkan sehingga muncul akan dipisahkan Pemilu untuk kalau dalam meminjam kita semua masyarakat sipil akademisi praktisi dan ini sebetulnya agak cukup membuat happy semua user ke pemilihan, pemilih tidak bingung lagi punya waktu rentang yang cukup untuk mendeteksi siapa-siapa yang akan dipilih sehingga mungkin mohon maaf kasus seperti Bang Komeng agak cukup jarang terjadi nanti kenapa identifikasi saya buka kertas suara untuk DPD itu ketika saya melihat kertas suara yang paling mencolok di mata saya Bang komeng, yang foto akan menjadi salah satu keuntungan .

Bagi KPU, Bawaslu memahami ketika keputusan ini keluar apa namanya Pemilu nasional dan daerah akan cukup leluasa memberikan waktu, untuk kemarin saya lihat dan Saya turut serta dalam penyusunan di beberapa parpol untuk nyusun dan memilih anggota DPR RI kenapa fokus utamanya kontestasi pemilihan presiden ini juga saya mengacu ini keluarnya dari DPR indah betul tidak ada perdebatan karena memang ya bang Agun mohon izin saya lihat Mahkamah Konstitusi dari hari ke hari kenapa MK itu final and banding ketika penyusunannya yang kedua MK itu yang dibikin banyak lembaga itu atas dasar kecurigaan dalam demokrasi kita harus selalu curiga itu kenapa trias politika dimunculkan kalau apa namanya ada lembaga kepresidenan dia diberikan kewenangan penuh kita sudah kerap kali mendengar dalam dunia akademik ada absolute power kenapa kemudian lahir legislatif dalam konteks Komisi Yudisial, tutur Abdul Hakim.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Anggota DPR RI Komisi XIII Dr Maruli Siahaan SH.MH Reses Masa Sidang IV di Percut dan Sunggal, Toleransi Wujudkan Masyarakat Madani
Nasionalisme Harus Ditanamkan Sejak Dini Menuju Indonesia Emas 2045
Pemkab Langkat Dukung Safari Dakwah Ustaz Solmed Bersama Polres Langkat
Dihadiri Walikota : DPRD Kota Binjai Tetapkan Ranperda RPJMD 2025–2029
Propam Poldasu Diduga Tutupi Hasil Pemeriksaan Kanit Tipikor Polres Siantar
Anggota DPR RI Komisi XIII Dr Maruli Siahaan SH.MH Reses Masa Sidang IV di Percut dan Sunggal, Toleransi Wujudkan Masyarakat Madani
komentar
beritaTerbaru