Rabu, 13 Agustus 2025

Siaran Digital Jauh Lebih Baik Secara Analog Permasalahannya Tidak Semua Televisi Swasta Mau Bersiaran

Zainul Azhar - Kamis, 11 Juli 2024 18:20 WIB
Siaran Digital Jauh Lebih Baik Secara Analog Permasalahannya Tidak Semua Televisi Swasta Mau Bersiaran
Jakarta, MPOL- Siaran Digital jauh lebih baik secara analog, permasalahannya tidak semua televisi swasta mau bersiaran, demikian Wakil Ketua Komisi 1 DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengatakan dalam Dialog Demokrasi "Penyiaran di Daerah Perbatasan Sebagai Penjaga Kedaulatan Negara" bersama Wakil Ketua KPI Pusat Muhammad Reza, anggota Komisi 1 DPR RI Hasbi Anshory, Kamis (11/7) di DPR RI Jakarta.

Baca Juga:
Memurut Abdul Kharis Almasyhari saya ingin sampaikan bahwa undang-undang 32 tahun 2002 dibuat disusun waktu itu ketika kita belum mengenal digitalisasi, jadi undang-undang ini secara mendasar pasti tidak mengatur tentang bagaimana penyiaran secara digital sementara Indonesia mestinya tahun 2020 dan juga yang sebagian masih analog.

Nah problem yang ada adalah karena undang-undang yang memang terpenjara ya digital, Komisi 1 belum bisa berhasil jadi nah problem utama sesungguhnya kalau di daerah batasan kita bicara penyiaran di perbatasan Malaysia , kita ambil Malaysia dan Singapura itu mereka sudah switch off cukup lama, dan mereka memberikan digital ya semua sudah berjalan kenapa kemudian secara analog ini harus segera berpindah karena memang ketika kita menggunakan spech rumah siaran analog kita akan sangat berjam-jam.

Interaksi dengan dengan sistem sosial oleh karena itu sudah di pastikan seluruh dunia harus sudah melakukan sistem dari analog ke digital, nah Indonesia tentunya juga sudah mengikuti itu, hanya bisa mungkin masih sudah siap tapi itu sih TV apa penjelasan apa bentuk siang ini sudah bisa undang-undangnya pasti undang-undang yang berdasarkan siaran secara analog.

Proses perubahan ini dalam rangka menghabisi ini jangan sampai kemudian Indonesia menerima gugatan dari negara tetangga, atau kalau sebaliknya maka di perbatasan kita masyarakat kita akan lebih suka mendengarkan atau menyaksikan siaran dari negara tetangga yang tentunya sesuai dengan kepentingan negara-negara tetangga kita.

Jelas siaran digital yang jauh lebih baik secara analog dan mungkin juga permasalahan berikutnya adalah bahwa tidak semua stasiun televisi swasta mau bersiaran di tempat-tempat yang bisa tadi yang suka tidak semuanya mau bersiaran. Ini PR kita semuanya nah oleh karenanya DPR RI Saya kira mendapat amanat untuk ini sebagai lembaga mengenai apa bacaan dari untuk mendekat memperkuat keterbatasan bagaimana untuk regulasi misalnya keterlibatan TV swasta baru gitu untuk Anda enggak peluang muncul dilibatkan karena ini untuk memperkuat.

Pesan dari lembaga penyiar termasuk itu kalau peluangnya sih terbuka terbuka cuman masalahnya kalau lembaga penyiaran swasta kan mereka berhitung untung rugi. Ya kalau misalnya di perbatasan penduduk Indonesianya sedikit kemudian apa yang mau naruh iklan di sana sedikit ya mereka pasti tapi kalau TVRI kata dia maka salah satu tugas mereka dalam memperkuat perbatasan bahwa himbauan kepada TV swasta radio swasta misalnya semua TV yang menyelenggarakan siaran di Indonesia, tutur Abdul Kharis Almasyhari.

Sedangkan Hasbi Anshory mengatakan penyiaran di daerah perbatasan dan menjaga, tapi yang perlu kita garis bawahi di perbatasan itu jaringan kita masuk atau tidak kalau kita bilang untuk menjaga merekat kebangsaan tapi mereka tidak bisa menonton media dari Indonesia sama aja juga bohong itu yang pertama .

Kemudian infrastruktur penyiaran termasuk internet di daerah perbatasan itu masuk atau tidak, Kita jangan berbicara perbatasan, di daerah pemilihan saya juga masih ada yang belum bisa menonton penyiaran dan termasuk internet kemudian di zaman digital sekarang apakah medsos ini bisa masuk ke daerah perbatasan atau tidak baru kita bicara ini untuk merekatkan persatuan dan kita kalau yang tidak masuk ya kita jangan bicara dulu kita siapkan dulu para subscriber baru kita mengatakan ini bisa masuk kemudian tv-tv swasta kemudian tv-tv nasional TVRI yang diatur dalam undang-undang sebagai pemersatu.

Ini harus bekerja sama juga dengan pemerintah daerah mereka bekerja sama dengan pemerintah daerah sehingga lokal konten kemudian budaya-budaya lokal yang ada di daerah itu pemerintah Daerah yang lebih besar nah ini mereka harus juga menjalin hubungan dengan pemerintah daerah jadi sekali lagi untuk menjaga pemersatu bangsa ini di samping di nasional TV lokal dan TVRI yang ditugaskan oleh negara melalui undang-undang ini infrastruktur yang disiapkan kita jangan bicara lain-lain, tutur Hasbi Anshory.

Sementara itu Muhammad Reza, mengatakan penyelenggaraan penyiaran di negeri ini harus diatur oleh dua lembaga terkait program siaran itu di kondisi penyiaran Indonesia baik pusat maupun daerah terkait administrasi dan teknis itu ada di kementerian komunikasi dan informatika. Nah izin tadi itu ada di sana di kementerian dan informatika apalagi pasca keluarnya undang-undang cipta kerja yang kemudian menggugurkan ada 9 atau 6 kami terkait proses perizinan yang kemudian menggunakan online bahasa Indonesia yang pertama.

Yang kedua adalah perlu kita ketahui bahwa data di Indonesia itu untuk kita selain dari perbatasan itu daerah-daerah terluar itu sesuai Keppres di daerah-daerah yang sesuai kepres itu ada di luar kemudian ada 62 kabupaten kota mungkin disebutkan tadi jangankan yang berbatasan saya mendapatkan laporan pasti Jawa Timur aja masih ada tidak dapat mengakses.

Nah sebenarnya kemarin ketika digitalisasi penyiaran sebenarnya kan Alih teknologi dari analog ke digital ini diharapkan untuk kemudian menghapus yang namanya black spot di Indonesia itu kan harapannya, begitu tapi memang PR-nya masih banyak, saya pernah kejadian 2019 datang bersama Komisi 1 DPR datang bersama menteri ke satu daerah namanya Nunukan di Kalimantan Utara dan Kalimantan Utara itu itu berbatasan langsung dengan negara lain, di sana dan pada waktu itu kemudian kominfo bersama KPI waktu itu membawa lembaga penyiaran untuk hadir di sana gitu hadir di sana di 2019 dan pada waktu itu yang digunakan karena masih uji coba adalah TVR nah pada waktu itu ada beberapa lembaga penyiaran dari untuk berjaringan sejarah nasional itu hadir di Nunukan pada saat acara semuanya hadir on air bahkan dibagikan SPB oleh kementerian dan pada waktu itu orang-orang sudah bisa mengakses, bahkan pada itu ada program eh apa eh kompetisi dangdut nasional itu ada yang ikut .

Dari dulu kan gara-gara aksesnya terhadap siaran itu akhirnya bisa terbuka akhirnya ada, tapi selang berapa lama kemudian tidak lama kemudian siaran ini semakin lama semakin berkurang, kenapa berkurang ada masalah di regulasi ini juga perlu kami sampaikan.

Teman-teman juga perlu tahu yang tadinya karena negara yang hadir dengan TVRI kemudian hadir di daerah-daerah perbatasan mengajak teman-teman untuk jaringan hadir di sana mereka kemudian siarannya bisa dinikmati di sana tapi ada peraturan-peraturan yang harus mewajibkan penyelenggara siaran yang menggunakan multipleks TVRI itu ternyata harus bayar karena ada peraturan terkait PNBP yang tidak boleh gratis itu harus bayar. jatuhnya adalah teman-teman lembaga penyiaran yang hadir di sana bingung sendiri lah kami kan diajak kami harus bayar akhirnya satu persatu lembaga penyiaran yang hadir di sana mundur kalau begitu siaran tadi yang penting enggak usah ada di sana karena kami harus bayar, ada di sana.

Kami sudah sampaikan ada beberapa hal yang menurut kami menjadi PR tentang identitasnya apalagi pertahanan iya ini beberapa daerah yang aksesnya bagus seperti itu apalagi daerah-daerah yang ada di perbatasan negara nah ini juga menjadi masalah yang menurut kami perlu untuk diselesaikan di KPI sendiri kami pernah uji coba 2017 ada PKPI terkait kami menggandeng TVRI tentang menyeleksi program siaran yang hadir di landasan itu PKPI tahun 2017 dan kami pada waktu itu bersama kelompok info dan kata Mereka menerima lebaran siaran dari luar negeri mau nonton bola mereka mendengarkan siaran musik dan seterusnya nah ini juga menurut kami penting untuk jadi perhatian bersama, tutur Muhammad Reza.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani
SHARE:
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru