Jumat, 26 September 2025

Bangun Ruang Belajar: Revitalisasi Sekolah dan Upaya Pemerataan Oleh: Tamara Rizki

Oleh: Tamara Rizki (Alumni Pascasarjana Universitas Islam Indonesia)
Redaksi - Rabu, 24 September 2025 18:47 WIB
Bangun Ruang Belajar: Revitalisasi Sekolah dan Upaya Pemerataan Oleh: Tamara Rizki
Tamara Rizki (Alumni Pascasarjana Universitas Islam Indonesia)
, MPOL -Pendidikan selalu disebut sebagai investasi jangka panjang yang menentukan kualitas bangsa. Pernyataan ini bukan sekadar slogan, melainkan kenyataan yang dapat kita saksikan dalam sejarah peradaban. Negara-negara maju tidak mencapai posisi sekarang karena limpahan sumber daya alam semata, melainkan karena keberhasilan mereka menanamkan investasi pada sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan yang bermutu.

Baca Juga:

Indonesia pun menapaki jalur itu dengan serius. Salah satu program yang menjadi tonggak penting adalah Revitalisasi Satuan Pendidikan Tahun Anggaran 2025. Program ini lahir sebagai respons atas kondisi memprihatinkan dunia pendidikan kita. Menurut Data Pokok Pendidikan (Dapodik) April 2024, terdapat 980.000 ruang sekolah rusak sedang hingga berat di 174.000 satuan pendidikan, serta kebutuhan pembangunan 1,5 juta ruang baru di 219.000 satuan pendidikan. Data ini bukan sekadar angka statistik.

Ia adalah wajah nyata ribuan anak Indonesia yang belajar di ruang kelas bocor, lantai retak, tanpa toilet layak, bahkan sebagian tanpa listrik. Melalui revitalisasi, pemerintah menyalurkan Rp 17,1 triliun untuk memperbaiki kondisi tersebut. Sasaran program pada 2025 adalah 10.440 satuan pendidikan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Program ini tidak hanya menyasar sekolah dasar dan menengah, tetapi juga PAUD, SMK, SLB, hingga Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Skala besar ini menunjukkan keseriusan negara dalam menjadikan pendidikan sebagai prioritas pembangunan nasional.
Perdirjen PAUD-Dasmen Nomor M2400/C/HK.03.01/2025 secara eksplisit mendefinisikan revitalisasi sebagai program peningkatan sarana dan prasarana pendidikan melalui rehabilitasi, pembangunan, dan penyediaan sarana.

Dari toilet hingga laboratorium, dari ruang kelas hingga UKS, semua dianggap komponen penting yang membentuk ekosistem pendidikan bermutu. Inilah wujud nyata investasi SDM: memastikan setiap anak Indonesia berhak belajar di lingkungan yang sehat, aman, dan layak.

Investasi ini juga selaras dengan Asta Cita ke-4 pemerintahan saat ini, yang menekankan penguatan SDM unggul sebagai prioritas. Pendidikan bukan lagi urusan jangka pendek, melainkan agenda jangka panjang untuk menyiapkan generasi emas 2045. Melalui revitalisasi sekolah, Indonesia sedang meletakkan batu fondasi peradaban: ruang belajar yang kokoh untuk melahirkan generasi tangguh.


Membangun dari Desa hingga Kota: Pemerataan Sarana Pendidikan


Salah satu tantangan terbesar bangsa ini adalah kesenjangan antarwilayah. Anak-anak di perkotaan relatif lebih mudah mendapatkan sekolah dengan sarana lengkap, sementara di daerah pedesaan, terluar, terdepan, dan tertinggal (3T), akses terhadap pendidikan layak masih menjadi mimpi. Hal ini menyebabkan ketidaksetaraan dalam mutu pendidikan, yang pada akhirnya memperlebar jurang sosial ekonomi.


Program revitalisasi sekolah berusaha menjawab masalah ini dengan pendekatan pemerataan. Sasaran 10.440 satuan pendidikan pada 2025 tidak hanya terkonsentrasi di kota besar, melainkan juga mencakup sekolah-sekolah di pelosok. Distribusi ini penting agar tidak ada lagi anak Indonesia yang belajar di ruang darurat atau menempuh perjalanan jauh hanya untuk menemukan toilet sekolah.
Perdirjen 2025 menekankan bahwa revitalisasi harus dijalankan dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.

Prinsip ini mendorong pemerintah untuk menempatkan sekolah di daerah dengan tingkat kerusakan tertinggi dan akses terbatas sebagai prioritas. Dengan begitu, program ini tidak hanya menjadi proyek pembangunan infrastruktur, melainkan instrumen keadilan sosial.


Selain wilayah 3T, perhatian juga diberikan pada kelompok rentan seperti anak-anak penyandang disabilitas. Asta Cita ke-4 menegaskan pentingnya kesetaraan gender dan akses pendidikan inklusif. Revitalisasi sekolah menjadi momentum untuk memastikan bahwa sekolah ramah disabilitas bukan lagi pengecualian, melainkan standar nasional. Misalnya, pembangunan ramp untuk kursi roda, toilet khusus, dan ruang UKS yang inklusif harus menjadi bagian integral dari setiap revitalisasi.


Dengan demikian, program ini berfungsi ganda: menghapus ketimpangan antarwilayah sekaligus memastikan inklusivitas pendidikan. Ketika anak di Papua dan anak di Jakarta sama-sama belajar dalam ruang kelas layak, maka negara sedang menegakkan amanat konstitusi: mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa diskriminasi.


Kolaborasi Negara dan Masyarakat: Model Manajemen Berbasis Sekolah


Hal yang membedakan revitalisasi sekolah 2025 dari banyak program pembangunan sebelumnya adalah mekanisme swakelola. Alih-alih diserahkan sepenuhnya kepada kontraktor besar, dana bantuan disalurkan langsung ke rekening sekolah. Setiap sekolah kemudian membentuk Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) yang terdiri dari kepala sekolah, guru, orang tua, tokoh masyarakat, dan tenaga teknis lokal.


Mekanisme ini bukan hanya soal teknis pengelolaan dana, melainkan sebuah transformasi paradigma. PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan menegaskan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Artinya, sekolah adalah pusat pengambilan keputusan yang paling memahami kebutuhannya sendiri. Dengan pola swakelola, negara memberikan kepercayaan langsung kepada sekolah dan masyarakat untuk menentukan prioritas pembangunan.


Lebih dari itu, swakelola membangun semangat gotong royong. Orang tua ikut mengawasi penggunaan dana, masyarakat lokal berkontribusi tenaga, perguruan tinggi mendampingi secara teknis, sementara pemerintah daerah memastikan kelancaran di lapangan. Kolaborasi lintas aktor ini menghadirkan revitalisasi sebagai gerakan kolektif nasional.


Model ini membawa tiga manfaat utama. Pertama, menumbuhkan rasa memiliki: sekolah bukan lagi "pemberian negara", melainkan hasil kerja bersama masyarakat. Kedua, mendidik karakter sosial siswa: mereka belajar bahwa sekolahnya lahir dari gotong royong, bukan dari uang semata. Ketiga, memperkuat demokratisasi pendidikan: masyarakat punya ruang nyata untuk ikut mengawal mutu sarana pendidikan.


Dengan demikian, revitalisasi tidak hanya memperbaiki bangunan fisik, tetapi juga membangun jaringan sosial yang lebih solid. Ia meneguhkan kembali prinsip bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara negara dan rakyat.
Transparansi dan Pengawasan Publik: Menjaga Kepercayaan Rakyat


Besarnya anggaran Rp 17,1 triliun tentu menuntut pengawasan ketat. Sejarah panjang pembangunan pendidikan di Indonesia mengajarkan kita bahwa tanpa akuntabilitas, program mulia dapat dengan mudah berubah menjadi ladang praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Karena itu, penguatan integritas menjadi bagian penting dalam revitalisasi sekolah 2025.


Perdirjen 2025 mengatur mekanisme pertanggungjawaban secara detail. Sekolah wajib membuat laporan kemajuan minimal 50%, laporan akhir 100%, dan mengembalikan dana bila terdapat sisa. Jika terjadi penyimpangan, sanksi dijatuhkan: mulai dari pengembalian dana, larangan menerima bantuan di tahun berikutnya, hingga proses hukum sesuai peraturan perundangan. Selain pengawasan internal dari Kementerian dan Dinas Pendidikan, program ini juga membuka kanal pengawasan publik. Pemerintah menyediakan email pengaduan@dikdasmen.go.id dan hotline 177 sebagai saluran resmi bagi masyarakat untuk melaporkan penyimpangan.

Transparansi ini diperkuat dengan kewajiban sekolah memasang papan informasi proyek yang mudah diakses.
Akuntabilitas bukan hanya soal administrasi, melainkan soal moralitas pembangunan. Pendidikan yang lahir dari kecurangan hanya akan melahirkan generasi yang tumbuh di atas kebohongan. Sebaliknya, ketika anak-anak belajar di ruang yang dibangun dengan jujur, mereka belajar nilai kejujuran dan integritas secara nyata. Dengan begitu, revitalisasi sekolah menjadi wahana pendidikan karakter tidak hanya bagi siswa, tetapi juga bagi bangsa.


Revitalisasi sekolah 2025 adalah salah satu kebijakan paling penting dalam sejarah pendidikan Indonesia. Dengan cakupan luas, anggaran besar, dan mekanisme partisipatif, program ini bukan sekadar perbaikan gedung, melainkan upaya sistematis untuk menata masa depan bangsa. Ia menghadirkan pendidikan sebagai investasi SDM jangka panjang, menghapus ketimpangan dengan pemerataan dari desa hingga kota, meneguhkan gotong royong melalui swakelola dan kolaborasi masyarakat, serta menjaga kepercayaan rakyat lewat transparansi dan akuntabilitas.


Sebagaimana ditegaskan dalam Perdirjen PAUD-Dasmen 2025, revitalisasi harus dijalankan dengan prinsip efektif, efisien, akuntabel, partisipatif, dan selalu mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. Jika prinsip ini dijaga, revitalisasi sekolah akan meninggalkan warisan besar: ruang belajar yang kokoh, generasi yang bermartabat, dan bangsa yang percaya diri menghadapi tantangan global.
Dari ruang-ruang belajar yang direvitalisasi inilah akan lahir generasi emas 2045 yaitu generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral, karena tumbuh dalam sistem pendidikan yang bersih, adil, dan inklusif. Itulah makna sesungguhnya dari membangun ruang belajar: menata pendidikan Indonesia, sekaligus menata peradaban bangsa.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Baringin MH Pulungan
SHARE:
Tags
beritaTerkait
TKA; Solusi Melahirkan Manusia Bermartabat
komentar
beritaTerbaru