Senin, 29 Desember 2025

Demokrasi Digital Inklusif Model Peran Opinion Leader dalam Membangun Masyarakat Cerdas

Penulis: Amru Ba’asyir Siregar & Wanda Salsabilla
Redaksi - Senin, 22 Desember 2025 12:42 WIB
Demokrasi Digital Inklusif Model Peran Opinion Leader dalam Membangun Masyarakat Cerdas
Medan, MPOL - Perkembangan teknologi digital yang semakin pesat telah membawa perubahan mendasar dalam praktik demokrasi kontemporer. Ruang publik yang sebelumnya bersifat fisik kini bergeser ke ranah digital melalui media sosial, platform diskusi daring, serta berbagai kanal informasi berbasis internet.

Baca Juga:
Transformasi ini menghadirkan peluang besar bagi perluasan partisipasi politik masyarakat, namun pada saat yang sama juga memunculkan tantangan serius berupa disinformasi, polarisasi opini, dan rendahnya literasi digital. Dalam konteks tersebut, demokrasi digital tidak cukup hanya dipahami sebagai keterbukaan akses teknologi, melainkan harus diarahkan pada pembentukan demokrasi digital yang inklusif dan mencerdaskan.

Demokrasi digital inklusif menekankan pentingnya keterlibatan seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi sosial, ekonomi, pendidikan, maupun geografis dalam proses komunikasi politik dan pengambilan keputusan publik. Inklusivitas ini menjadi krusial mengingat kesenjangan digital (digital divide) masih menjadi persoalan nyata, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Akses terhadap teknologi informasi yang belum merata berpotensi menciptakan eksklusi baru dalam demokrasi, di mana hanya kelompok tertentu yang mampu memproduksi, mengakses, dan mengendalikan arus informasi publik.


Di tengah kompleksitas ruang digital tersebut peran opinion leader menjadi semakin signifikan. Dalam kajian komunikasi politik dan sosiologi media, opinion leader dipahami sebagai individu atau kelompok yang memiliki kapasitas memengaruhi sikap, pandangan, dan perilaku masyarakat melalui legitimasi sosial, kredibilitas personal, serta intensitas interaksi dengan audiens.

Pada era digital, opinion leader tidak lagi terbatas pada elite politik atau tokoh formal, melainkan juga mencakup akademisi, jurnalis, aktivis, kreator konten, tokoh agama, hingga figur lokal yang aktif di media sosial.

Model peran opinion leader dalam demokrasi digital inklusif tidak sekadar bertumpu pada kemampuan menyampaikan pesan, tetapi juga pada tanggung jawab etis dalam membangun ruang diskursus yang sehat.

Opinion leader berfungsi sebagai jembatan antara informasi kompleks dan pemahaman publik, dengan cara menyederhanakan isu-isu kebijakan, meluruskan hoaks, serta mendorong dialog yang rasional dan berbasis data. Dengan demikian, kehadiran opinion leader berkontribusi langsung terhadap peningkatan kualitas deliberasi publik di ruang digital.


Opinion leader memiliki peran strategis dalam membangun masyarakat cerdas (smart society), yakni masyarakat yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga kritis, reflektif, dan beretika dalam menggunakan informasi. Masyarakat cerdas ditandai oleh kemampuan memilah sumber informasi yang kredibel, memahami konteks sosial-politik suatu isu, serta berpartisipasi aktif secara konstruktif dalam diskusi publik.

Dalam hal ini, opinion leader berperan sebagai agen literasi digital yang menanamkan nilai-nilai berpikir kritis, toleransi, dan tanggung jawab sosial di ruang maya. Peran opinion leader dalam demokrasi digital juga menghadapi tantangan serius.

Algoritma media sosial yang cenderung menciptakan echo chamber dan filter bubble dapat membatasi jangkauan pesan inklusif serta memperkuat polarisasi. Selain itu, komodifikasi opini dan kepentingan politik-pragmatis berpotensi menggeser fungsi edukatif opinion leader menjadi sekadar alat mobilisasi massa. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran kolektif dan regulasi yang adaptif untuk memastikan bahwa pengaruh opinion leader digunakan secara bertanggung jawab dan berorientasi pada kepentingan publik.


Penguatan demokrasi digital inklusif melalui peran opinion leader menuntut kolaborasi antara negara, masyarakat sipil, akademisi, dan platform digital. Negara memiliki kewajiban untuk menyediakan kebijakan literasi digital yang berkelanjutan, sementara masyarakat sipil dan komunitas lokal berperan sebagai ruang pembelajaran demokrasi yang kontekstual.

Opinion leader dalam ekosistem ini diharapkan mampu menjadi motor penggerak perubahan, bukan hanya dengan popularitas, tetapi dengan integritas intelektual dan komitmen sosial. Demokrasi digital inklusif tidak dapat dilepaskan dari kualitas aktor-aktor yang berperan di dalamnya. Model peran opinion leader yang berorientasi pada edukasi publik, etika komunikasi, dan inklusivitas sosial menjadi kunci dalam membangun masyarakat cerdas di era digital.

Demokrasi yang sehat bukan semata ditentukan oleh kecanggihan teknologi, melainkan oleh sejauh mana teknologi tersebut digunakan untuk memperkuat nalar publik, memperluas partisipasi, dan meneguhkan nilai-nilai demokrasi itu sendiri.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Baringin MH Pulungan
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru