Senin, 29 Desember 2025

BPJS Ketenagakerjaan sebagai Pilar Perlindungan Sosial Pekerja dalam Dinamika Dunia Kerja Modern

Penulis: Raissa Nabilah
Redaksi - Senin, 22 Desember 2025 15:28 WIB
BPJS Ketenagakerjaan sebagai Pilar Perlindungan Sosial Pekerja dalam Dinamika Dunia Kerja Modern
, MPOL - BPJS Ketenagakerjaan merupakan salah satu instrumen strategis negara dalam mewujudkan sistem perlindungan sosial bagi tenaga kerja Indonesia. Keberadaan lembaga ini tidak hanya berfungsi sebagai penyelenggara jaminan sosial, tetapi juga menjadi pilar penting dalam menjaga keberlanjutan kesejahteraan pekerja di tengah dinamika dunia kerja yang semakin kompleks dan kompetitif.

Baca Juga:
Dalam konteks pembangunan nasional, BPJS Ketenagakerjaan berperan sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam menjamin hak-hak dasar pekerja sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi. Secara normatif, BPJS Ketenagakerjaan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 yang menegaskan peralihan fungsi PT Jamsostek (Persero) menjadi badan hukum publik.

Transformasi kelembagaan ini menandai perubahan paradigma dari pendekatan asuransi ketenagakerjaan berbasis korporasi menuju sistem jaminan sosial nasional yang bersifat inklusif, wajib, dan berkeadilan. Dengan demikian, jaminan sosial ketenagakerjaan tidak lagi dipandang sebagai fasilitas tambahan, melainkan sebagai hak fundamental setiap pekerja.


Program-program yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan, seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), serta Jaminan Pensiun (JP), dirancang untuk memberikan perlindungan menyeluruh sejak pekerja mulai aktif bekerja hingga memasuki masa purnatugas. Keempat program tersebut mencerminkan pendekatan preventif dan kuratif dalam kebijakan perlindungan tenaga kerja, di mana risiko sosial dan ekonomi akibat kecelakaan kerja, kematian, maupun penurunan produktivitas pada usia lanjut dapat diminimalisasi.

BPJS Ketenagakerjaan tidak hanya menyasar pekerja formal, tetapi juga secara progresif memperluas kepesertaan bagi pekerja sektor informal. Hal ini menjadi langkah strategis mengingat struktur ketenagakerjaan Indonesia masih didominasi oleh pekerja nonformal yang rentan terhadap ketidakpastian penghasilan dan minim perlindungan sosial. Melalui skema kepesertaan yang fleksibel, BPJS Ketenagakerjaan berupaya menjangkau kelompok pekerja rentan, seperti pekerja lepas, pelaku usaha mikro, hingga pekerja mandiri.


Keberadaan BPJS Ketenagakerjaan memiliki implikasi signifikan terhadap stabilitas sosial dan ekonomi nasional. Perlindungan yang diberikan mampu mengurangi beban negara dalam jangka panjang, khususnya dalam menghadapi risiko kemiskinan akibat kehilangan pekerjaan atau kecelakaan kerja. Selain itu, jaminan sosial ketenagakerjaan juga berkontribusi pada peningkatan produktivitas tenaga kerja, karena pekerja yang terlindungi cenderung memiliki rasa aman dan kepastian dalam menjalankan aktivitas ekonominya.

Implementasi BPJS Ketenagakerjaan masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama terkait tingkat kepatuhan pemberi kerja, literasi jaminan sosial masyarakat, serta optimalisasi pelayanan publik. Masih ditemukannya perusahaan yang belum mendaftarkan seluruh pekerjanya menunjukkan perlunya penguatan fungsi pengawasan dan sosialisasi.

Di sisi lain, peningkatan kualitas layanan berbasis digital menjadi kebutuhan mendesak agar BPJS Ketenagakerjaan mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan ekspektasi masyarakat modern. Melalui pengalaman magang, dapat diamati bahwa BPJS Ketenagakerjaan terus melakukan inovasi dalam meningkatkan efektivitas pelayanan, baik melalui simplifikasi prosedur klaim, penguatan koordinasi antarinstansi, maupun pemanfaatan sistem informasi terintegrasi.

Upaya ini menunjukkan komitmen lembaga dalam membangun tata kelola jaminan sosial yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan peserta.


BPJS Ketenagakerjaan merupakan manifestasi kebijakan negara yang berorientasi pada keadilan sosial dan perlindungan hak pekerja. Keberlanjutan dan penguatan peran BPJS Ketenagakerjaan menjadi faktor kunci dalam menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang inklusif dan berdaya saing. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menjadi prasyarat utama agar jaminan sosial ketenagakerjaan dapat berfungsi secara optimal dan berkelanjutan.

Salah satu fenomena yang menonjol di BPJS Ketenagakerjaan Kota Medan adalah masih adanya kesenjangan pemahaman masyarakat mengenai urgensi jaminan sosial ketenagakerjaan. Berdasarkan pengamatan selama kegiatan magang, sebagian pekerja, khususnya dari sektor informal dan usaha mikro, masih memandang kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sebagai beban administratif, bukan sebagai kebutuhan perlindungan jangka panjang.

Hal ini menunjukkan bahwa tantangan utama yang dihadapi tidak hanya bersifat struktural, tetapi juga kultural, yaitu rendahnya literasi jaminan sosial di kalangan pekerja.

Fenomena kepatuhan pemberi kerja juga menjadi perhatian penting. Di Kota Medan, masih ditemukan perusahaan skala kecil dan menengah yang belum sepenuhnya mendaftarkan seluruh pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Faktor-faktor seperti keterbatasan kapasitas finansial, kurangnya pemahaman regulasi, serta lemahnya pengawasan menjadi penyebab utama kondisi tersebut.

Fenomena ini berimplikasi langsung terhadap kerentanan pekerja, terutama ketika terjadi kecelakaan kerja atau pemutusan hubungan kerja secara tiba-tiba. BPJS Ketenagakerjaan Kota Medan menunjukkan upaya adaptif dalam merespons tantangan tersebut melalui peningkatan intensitas sosialisasi dan edukasi publik.

Kegiatan penyuluhan ke perusahaan, pasar tradisional, serta komunitas pekerja mandiri menjadi strategi yang kerap dilakukan untuk memperluas cakupan kepesertaan. Pendekatan ini menegaskan bahwa penyelenggaraan jaminan sosial tidak dapat dilepaskan dari interaksi langsung dengan masyarakat sebagai subjek utama kebijakan.


Dalam pengalaman magang interaksi langsung dengan peserta BPJS Ketenagakerjaan di Kota Medan memperlihatkan dinamika kebutuhan pelayanan yang beragam. Peserta tidak hanya menuntut kecepatan dan ketepatan layanan, tetapi juga kejelasan informasi terkait hak dan kewajiban mereka. Fenomena ini menunjukkan bahwa kualitas komunikasi institusional menjadi faktor krusial dalam membangun kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara jaminan sosial.

Fenomena yang berkembang di BPJS Ketenagakerjaan Kota Medan mencerminkan tantangan dan peluang dalam implementasi kebijakan jaminan sosial ketenagakerjaan di tingkat daerah. Kompleksitas struktur ketenagakerjaan perkotaan menuntut pendekatan kebijakan yang kontekstual, adaptif, dan berorientasi pada kebutuhan riil pekerja.

Dengan penguatan strategi sosialisasi, peningkatan kualitas pelayanan, serta sinergi lintas sektor, BPJS Ketenagakerjaan Kota Medan berpotensi menjadi model penyelenggaraan jaminan sosial yang responsif terhadap dinamika lokal.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Baringin MH Pulungan
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru