Selasa, 30 Desember 2025

Sentimen Agama dalam Manajemen Impresi Politik terhadap Citra Kepemimpinan Lokal

Penulis :Abdul Razak
Redaksi - Selasa, 23 Desember 2025 20:43 WIB
Sentimen Agama dalam Manajemen Impresi Politik terhadap Citra Kepemimpinan Lokal
, MPOL - Manajemen impresi merupakan konsep sentral dalam teori dramaturgi Erving Goffman yang menjelaskan bagaimana individu atau aktor sosial secara sadar mengatur penampilan diri (self-presentation) untuk membentuk kesan tertentu di hadapan audiens. Dalam konteks politik, khususnya pada level kepemimpinan lokal, manajemen impresi menjadi strategi penting untuk membangun citra dan legitimasi kekuasaan. Kedekatan struktural dan emosional antara pemimpin lokal dan masyarakat menjadikan aspek simbolik dan personal lebih menonjol dibandingkan capaian kebijakan yang bersifat teknis.

Baca Juga:

Sentimen agama berfungsi sebagai salah satu perangkat utama dalam manajemen impresi politik. Dalam kerangka dramaturgi, agama dapat dipahami sebagai bagian dari front stage, yakni simbol, bahasa, dan ritual yang ditampilkan pemimpin untuk menciptakan kesan kesalehan, moralitas, dan kedekatan nilai dengan publik. Penggunaan simbol keagamaan, keterlibatan dalam kegiatan religius, serta retorika moral dalam komunikasi politik merupakan bentuk pengelolaan kesan yang dirancang untuk menegaskan identitas pemimpin sebagai figur yang layak dipercaya dan dihormati.


Dari perspektif teori legitimasi politik, sentimen agama berperan sebagai sumber legitimasi normatif. Legitimasi tidak hanya dibangun melalui prosedur formal atau kinerja pemerintahan, tetapi juga melalui penerimaan sosial yang bersandar pada nilai-nilai yang dianggap sah oleh masyarakat. Dalam masyarakat religius, kesesuaian pemimpin dengan nilai keagamaan mayoritas memperkuat penerimaan tersebut dan meningkatkan stabilitas dukungan politik di tingkat lokal.


Selain itu, teori identitas sosial menjelaskan bahwa agama berfungsi sebagai identitas kolektif yang mampu memperkuat ikatan emosional antara pemimpin dan konstituennya. Dengan menampilkan afiliasi keagamaan tertentu, pemimpin lokal berupaya menempatkan dirinya sebagai bagian dari "kelompok kita" (in-group), sehingga memudahkan mobilisasi dukungan dan loyalitas politik. Pada tahap ini, sentimen agama tidak hanya membentuk citra personal, tetapi juga memengaruhi dinamika relasi kekuasaan dan preferensi politik masyarakat.


Namun, dalam kerangka back stage Goffman, terdapat risiko ketidaksesuaian antara impresi yang ditampilkan dan praktik kepemimpinan yang dijalankan. Ketika simbol dan retorika keagamaan tidak diiringi kebijakan publik yang mencerminkan nilai keadilan, inklusivitas, dan kesejahteraan, maka manajemen impresi dapat kehilangan kredibilitas. Kondisi ini berpotensi memunculkan krisis legitimasi serta meningkatnya skeptisisme publik terhadap pencitraan religius pemimpin.


Lebih jauh, dalam masyarakat lokal yang plural, eksploitasi sentimen agama tertentu berisiko mempersempit ruang inklusi sosial. Teori legitimasi menekankan bahwa legitimasi yang eksklusif cenderung rapuh dan tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, penggunaan sentimen agama dalam manajemen impresi politik harus diimbangi dengan komitmen terhadap prinsip keadilan sosial dan representasi yang setara bagi seluruh kelompok masyarakat.


Dengan demikian, sentimen agama dalam manajemen impresi politik merupakan strategi yang efektif namun bersifat ambivalen. Dalam kerangka teori dramaturgi, legitimasi, dan identitas sosial, efektivitasnya sangat bergantung pada konsistensi antara penampilan simbolik (front stage) dan praktik kepemimpinan nyata (back stage). Citra kepemimpinan lokal yang kuat dan berkelanjutan tidak hanya dibangun melalui simbol keagamaan, tetapi melalui penerjemahan nilai-nilai moral agama ke dalam kebijakan publik yang adil, inklusif, dan bertanggung jawab.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Baringin MH Pulungan
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru