Medan, MPOL -Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah I Sumatera mengaku belum menerima keputusan apapun yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Tekhnologi (Kemdiktisaintek) menyikapi putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait dualisme di tubuh Yayasan Perguruan Darma Agung (YPDA).
Baca Juga:
Kepala LLDikti Wilayah I Sumatera Prof Saiful Anwar Matondang menyebutkan bahwa selain itu pihaknya juga belum menerima pemberitahuan dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum dan Umum (AHU) Kementerian Hukum RI mengenai putusan terhadap gugatan yang dilayangkan oleh Yayasan Perguruan Darma Agung (YPDA) yang diketuai Partahi Siregar di PTUN Jakarta maupun yang sedang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Medan.
"Sampai saat ini kita (LLDIKTI) belum menerima pemberitahuan apapun soal putusan PTUN Jakarta maupun yang di PN Medan yang masih bergulir," katanya, Senin (18/8/2025).
Kemudian, saat disinggung soal sudah sampai mana proses dan sikap dari LLDIKTI Wilayah I Sumatera terhadap dualisme di internal YPDA yang berdampak terhadap kegiatan akademik di Universitas Darma Agung (UDA) Medan, Prof Saiful Anwar Matondang pun menyebut pihaknya belum menerima keputusan apapun dari Inspektorat Jenderal (Itjen) maupun Kemdiktisaintek pusat
"Belum ada putusan apapun. Karena saat ini putusan itu berada di pusat (Itjen dan Menteri). Kita (LLDIKTI) tidak bisa memberikan putusan apapun terkait dualisme yang terjadi di internal YPDA yang mengelola UDA Medan," sebutnya.
Sementara itu, Prof Saiful Anwar Matondang juga menyebut sejauh ini juga belum ada pihak pengurus YPDA yang memberikan pemberitahuan terkait putusan baik di PTUN Jakarta maupun adanya putusan yang dikeluarkan oleh PN Medan.
"Tidak ada, surat-surat terkait pemberitahuan (Yayasan) belum ada masuk ke kita (LLDIKTI)," pungkasnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Yayasan Perguruan Darma Agung (YPDA) yang diketuai Partahi Siregar, Hokli M Lingga memberikan klarifikasi terkait putusan yang dikeluarkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta maupun yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Hokli M Lingga menyebutkan bahwa putusan PN Medan dengan Nomor Perkara 154/Pdt.G/2025/PN Mdn yang diputuskan pada Rabu (13/8/2025) tidak berhubungan dengan gugatan yang dilayangkan oleh Partahi Siregar di PN Medan terhadap YPDA yang diketuai Hana Nelsri Kaban.
Saat ini, katanya gugatan perkara perbuatan melawan hukum dengan nomor perkara 239/Pdt.G/2025/PN Mdn yang dilayangkan oleh YPDA yang diketuai Partahi Siregar tengah bergulir di PN Medan.
"Jadi putusan yang dikeluarkan oleh PN Medan merupakan putusan terhadap gugatan yang dilakukan oleh mantan Rektor Universitas Darma Agung (UDA) Muhammad Ansori Lubis terhadap Ketua YPDA Hana Nelsri Kaban. Dimana, putusan itu sendiri terkait gugatan untuk membuka rekening UDA yang sebelumnya diblokir oleh pihak Hana Nelsri Kaban," katanya.
Jadi, katanya putusan PN Medan dengan nomor Perkara 154/Pdt.G/2025/PN Mdn itu tidak ada hubungannya dengan gugatan yang dilakukan oleh Partahi Siregar.
"Ini yang perlu kami luruskan. Putusan yang dikeluarkan oleh PN Medan merupakan putusan terhadap gugatan yang dilayangkan oleh mantan Rektor UDA Medan, Muhammad Ansori Lubis dan tidak ada kaitannya dengan gugatan yang dilakukan oleh Partahi Siregar," jelasnya.
Dikatakan, alasan itu yang membuat PTUN Jakarta menyatakan gugatan tidak dapat diterima karena perkara yang sama sedang dalam proses di PN Medan terkait akta notaris, yang merupakan kewenangan PN Medan untuk menangani.
"Putusan 'tidak dapat diterima (No) berarti perkara belum masuk ke pokok sengketa sehingga belum ada pemenang atau yang kalah. Ini berbeda dengan putusan 'ditolak' yang berarti perkara sudah masuk pokok perkara dan sudah ada pihak yang menang atau kalah," paparnya.
Dikatakannya, putusan PTUN Jakarta itu jangan dipelintir dan membuat seolah perkara sudah selesai. Pihak-pihak yang dianggap paham putusan hukum menurutnya terkesan menyampaikan narasi menyesatkan publik terutama bagi mahasiswa Universitas Darma Agung (UDA) Medan.
Selain itu, Hokli Lingga juga berpesan kepada semua pihak untuk jujur memberikan informasi kepada masyarakat. Menurutnya, jangan karena keinginan atau tujuan tertentu kemudian menghalalkan segala cara. "Kasihan para dosen dan mahasiswa UDA," ujarnya.
Hokli menyebut, pihak terkait yang dinilai mengerti tentang putusan pengadilan jangan menyesatkan publik. Pernyataan kontroversial yang dilontarkan para pihak justru menyesatkan publik.
"Saya heran, mereka yang paham hukum, bahkan ada yang ahli hukum dan akademisi, tapi memberikan komentar berdasarkan asumsi. Komentarnya terkesan ngawur, tidak memahami makna dari putusan PTUN Jakarta," kata Hokli.
Ia menekankan, perkara masih bergulir. Untuk itu ia mengingatkan semua pihak agar tidak menyampaikan narasi yang merusak nalar publik terutama para mahasiswa. Pihaknya juga mempertanyakan kapasitas mereka yang menyimpulkan putusan PTUN Jakarta itu sudah final.
"Kalau berbicara jangan pura-pura tidak paham hukum. Jangan asal sebut. Bicara sesuai aturan hukum jangan asumsi," tegasnya.
Sebagai advokat, Ia menegaskan bahwa dirinya sangat memahami makna putusan hukum. Ia pun meminta publik untuk tidak terjebak pada narasi sepihak yang dibangun tanpa pemahaman mendalam terhadap hukum. "Jangan jadi provokator publik," tegasnya.
Ia mengimbau semua pihak agar tidak menjadikan putusan PTUN Jakarta itu sebagai alat framing untuk menyesatkan publik. Ia menduga ada upaya sistematis membentuk opini publik dan bahkan mempengaruhi penilaian publik.
Ia menyatakan pihaknya selalu menghormati segala putusan hukum dan meminta jangan prematur menyimpulkan putusan hukum. Ia juga menduga narasi-narasi manipulatif ini tak lepas dari strategi pihak tertentu dalam membentuk citra tertentu di hadapan publik.
"Kita ingatkan semua jangan mengeluarkan narasi untuk membentuk persepsi publik yang keliru," ujarnya lagi.
Hokli menegaskan bahwa proses hukum yang berjalan harus dilakukan secara adil, tanpa adanya tekanan dan intervensi dari institusi manapun yang dapat menyengsarakan mahasiswa. **
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News