Jakarta, MPOL - Indonesia jangan tergantung pada Amerika Serikat demikian Ketua Komite IV
DPD RI Ahmad Nawardi mengatakan usai Raker dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Rabu (9/7) di
DPD RI Jakarta.
Baca Juga:
Menurutnya Indonesia tidak boleh tergantung pada
AS. Sebab, jika hanya tergantung pada satu negara, maka perekonomian negara ini bisa mati. Di situlah pentingnya membuka pasar baru, yang harus dikembangkan oleh pemerimtah termasuk di dalam BRICS sendiri. "Kalau negara-negara yang terdampak tarif
Trump bersatu, maka
AS sendiri akan kewalahan dan terkucilkan."
Selain itu tarif
Trump ini akan.berdampak pada tatanan dunia baru dalam politik dan ekonomi global. Karena itu, pemerintah harus menjaga perekonomian nasional dengan membuat regulasi kebijakan dagang, memberikan stimulus ekonomi bagi UMKM, dan jaga daya beli masyarakat, agar target pertumbuhan ekonomi 5% – 5,8 % tercapai di 2026.
Dimana sebelumnua Besaran tarif 32% yang dikenakan
Trump terhadap Indonesia masih sama dengan pengumuman sebelumnya pada 2 April 2025. Selama tiga bulan terakhir ini, pemerintah Indonesia telah mengirimkan tim ke Washington DC,
AS untuk menegosiasikan tarif agar dapat turun bahkan dihapus menjadi 10%.
Batas waktu negosiasi ini berakhir pada 9 Juli ini. Namun dengan adanya pengumuman terbaru ini, Indonesia masih bisa mengupayakan negosiasi sampai 1 Agustus 2025.Namun,
Trump juga memperingatkan negara-negara yang bergabung dengan BRICS dan menentang kepentingan
AS akan dikenakan tarif tambahan 10%.
Jika tarif
Trump sebesar 32% untuk perdagangan Indonesia tidak masalah dan tidak akan menjadi ancaman signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hanya saja pemerintah harus menjaga kondusifitas ekonomi, politik, pertahanan, dan keamanan nasional agar target pertumbuhan ekonomi 5,8% di 2026 tercapai.
"Tarif
Trump harus kita respon dengan biasa -.biasa saja dan tidak perlu reaktif. Apalagi Indonesia masuk dalam BRICS, ini harus dimanfaatkan untuk konsolidasi ekonomi bagi negara anggota BRICS, atau untuk mencari pasar alternatif baru bagi Indonesia."
Sebab, yang dikenakan tarif tinggi
Trump tersebut bukan saja Indonesia, tapi hampir seluruh dunia, termasuk negara sekutu Amerika Serikat (
AS) sendiri. Seperti Jepang, Korea Selatan, negara-negara Eropa, Kanada, dan lain-lain. "Kita paham karakter
Trump, mungkin tarif ini hanya dalam jangka pendek, karena jika dalam jangka panjang itu akan merugikan
AS sendiri," tegas Nawardi.***
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani