Selasa, 19 Agustus 2025

Ketua Tim 13 Haji Umrah Dorong Revisi UU Jaga Ekosistem Ekonomi Ibadah Haji

Zainul Azhar - Selasa, 19 Agustus 2025 19:48 WIB
Ketua Tim 13 Haji Umrah Dorong Revisi UU Jaga Ekosistem Ekonomi Ibadah Haji
Zainul
Forum Legislasi bertajuk "Revisi UU Haji Demi Meningkatkan Kualitas dan Pengelolaan Ibadah Haji di Indonesia", Selasa (19/8) di DPR RI Jakarta.
Jakarta, MPOL - Ketua Tim 13 Haji Umrah, dorong revisi UU Jaga ekosistem ekonomi Ibadah Haji demikian M. Firman Taufik, mengatakan dalam Forum Legislasi bertajuk "Revisi UU Haji Demi Meningkatkan Kualitas dan Pengelolaan Ibadah Haji di Indonesia", Selasa (19/8) di DPR RI Jakarta.

Baca Juga:
Menurutnya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah harus mampu menjaga ekosistem ekonomi yang telah terbentuk dari industri perjalanan ibadah tersebut. Menurutnya, penyelenggaraan haji dan umrah tidak semata-mata urusan ibadah, tetapi juga menyangkut perputaran ekonomi yang melibatkan banyak sektor. "Industri ini telah menopang perekonomian nasional dengan melibatkan UMKM, konveksi, katering, transportasi darat maupun udara, perhotelan, hingga jasa pembimbing ibadah."

Firman, yang telah berkecimpung di bisnis haji dan umrah sejak 1995, mengingatkan bahwa sejarah penyelenggaraan ibadah ini di Indonesia sudah berlangsung sejak masa pra-kemerdekaan. Kala itu, ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, hingga pesantren berperan aktif dalam menginisiasi pemberangkatan jamaah ke Tanah Suci. Kini, penyelenggaraan tersebut berkembang menjadi industri besar dengan ekosistem ekonomi yang kompleks.

Ia mencontohkan, saat pandemi Covid-19 melanda dan keberangkatan jamaah dihentikan, ekonomi di sektor ini ikut terpuruk. Namun, ketika pemerintah Arab Saudi kembali membuka pintu ibadah umrah dan haji, geliat ekonomi langsung terasa kembali.

Ia menilai, ekosistem yang sudah terbentuk ini melibatkan banyak pihak: regulator, operator, penyedia jasa, hingga jamaah sebagai pengguna. Karena itu, ia menekankan pentingnya revisi UU haji dan umrah agar tidak hanya fokus pada aspek ibadah, tetapi juga memperhatikan dampak ekonomi yang melingkupinya. "Pertanyaan besarnya adalah apakah undang-undang baru nanti akan melestarikan ekosistem ekonomi berbasis jamaah yang sudah terbentuk? Itu yang harus kita jaga bersama."

Perbedaan mendasar antara haji reguler dan haji khusus. Menurutnya, haji reguler diselenggarakan tunggal oleh pemerintah dengan kuota 92 persen dan mendapat subsidi, sementara haji khusus dikelola oleh lebih dari 900 penyelenggara dengan kuota 8 persen tanpa subsidi pemerintah.

Selain itu, ia menyoroti pentingnya menyesuaikan aturan dengan perkembangan zaman, terutama terkait digitalisasi, perubahan perilaku konsumen, regulasi baru dari Arab Saudi, serta transparansi metode penyelenggaraan.

"Undang-undang ideal adalah yang mampu memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada warga negara, sekaligus meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah." Rencana revisi UU 8/2019 diperkirakan akan dibahas dalam waktu dekat. Firman berharap hasilnya bisa memperkuat tata kelola, meningkatkan kualitas layanan, sekaligus menjaga keberlangsungan ekosistem ekonomi yang lahir dari industri haji dan umrah, tutur Firman Taufik.

Sedangkan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah kini telah resmi masuk ke DPR RI setelah pemerintah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Dengan masuknya DIM tersebut, DPR bersiap untuk memulai tahapan pembahasan.

"RUU-nya sudah kami terima karena pemerintah telah menyampaikan DIM-nya. Sekarang tinggal menunggu proses penjadwalan di Komisi VIII." Pembaruan undang-undang ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan ibadah haji, terutama demi kemaslahatan para jemaah. Salah satu perubahan besar yang akan dibawa oleh RUU ini adalah peningkatan status kelembagaan penyelenggara haji menjadi setara kementerian.

"Dengan struktur kelembagaan yang lebih kuat, kita harapkan pelayanan haji semakin optimal."

Selain itu, RUU ini juga menekankan pentingnya penyelarasan dengan Visi Arab Saudi 2030, yang merupakan strategi besar pemerintah Arab Saudi dalam memodernisasi berbagai sektor, termasuk layanan ibadah haji. "Kita harus proaktif menyesuaikan dengan sistem dan kebijakan terbaru dari Arab Saudi agar pengelolaan haji kita tidak ketinggalan."

Terkait isi RUU, Ia menyebut tidak akan banyak perubahan dari draft yang telah diajukan oleh pemerintah. Namun, pembahasan tetap akan terbuka terhadap masukan dari berbagai kalangan, termasuk masyarakat.

"Partisipasi publik sudah dilakukan sebelumnya, dan dalam proses pembahasan nanti, kami akan terus melibatkan elemen masyarakat. Saat ini kami sedang menyusun jadwal masa sidang Komisi VIII." Ia berharap pembahasan RUU ini dapat berjalan lancar dan cepat, mengingat urgensinya bagi peningkatan kualitas penyelenggaraan haji di Indonesia,tutur Abidin Fikri.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Polda Sumut Terima Laporan Ketua DPRD Sumut, Kabid Humas: Ada Prosedur Yang Harus Dilakukan
Pemuda Masjid Dunia Dukung Penuh Pembangunan Kampung Haji Indonesia di Mekkah
PWI Pusat  Audiensi dengan BP Haji, Guna Tingkatkan Hubungan Kerjasama Yang Baik
Berjalan Lancar, Haji 2025 Lahirkan Tri Sukses Haji
Berangkatkan Pengurus KAHMI dan BKPRMI Umroh, Ketua Rusdi Lubis Salut dan Apresiasi Sugiat Santoso
Rakernas ASPHURI 2025 Sukses Digelar di Danau Toba dan Brastagi
komentar
beritaTerbaru