Jakarta, MPOL - Pemerintah agar perhatikan kesejahteraan ASN dalam revisi RUU ASN 2025 demikian anggota Baleg DPR RI Reni Astuti (via Zoom) mengatakan dalam forum legislatif bertajuk "Revisi RUU ASN 2025: Peluang Alih Status PPPK Jadi PNS Kian Terbuka? Selasa (14/10) di DPR RI Jakarta.
Baca Juga:
Menurutnya revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU
ASN) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 harus mampu memberikan solusi komprehensif terkait status dan kesejahteraan aparatur sipil negara, khususnya bagi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang berharap alih status menjadi pegawai negeri sipil (
PNS), tutur Reni Astuti.
Sedangkan pengamat politik Citra Institute, Efriza, mengatakan sejak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 diberlakukan,
ASN terbagi dua, yakni
PNS dan P3K. Namun dalam praktiknya, terjadi ketidaksetaraan di antara keduanya. "
PNS dianggap sebagai pegawai inti birokrasi dengan hak pensiun, jenjang karier struktural, dan status tetap, sedangkan P3K hanya pegawai kontrak tanpa hak pensiun dan tanpa golongan karier yang jelas."
Lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2023 menggantikan UU
ASN sebelumnya sebenarnya telah mempertegas bahwa
ASN terdiri atas
PNS dan P3K. Namun, implementasi di lapangan masih jauh dari prinsip kesetaraan dan meritokrasi. "Revisi RUU
ASN 2025 diharapkan bisa menjadi instrumen hukum krusial untuk menciptakan keadilan dan sistem kepegawaian nasional yang berbasis merit."
Ia menyoroti adanya rencana penarikan kewenangan pengangkatan, mutasi, dan pemberhentian pejabat
ASN ke pemerintah pusat dalam draf revisi. Menurutnya, langkah ini bisa menjadi bumerang bagi otonomi daerah dan menimbulkan potensi politisasi baru.
"Kalau
ASN ditarik di bawah presiden, itu sama saja seperti simalakama. Di daerah bermasalah karena politik lokal, tapi di pusat justru bisa lebih berbahaya karena kembali ke sentralisasi." Selain itu, menekankan pentingnya kejelasan data
ASN nasional sebelum penerapan revisi UU. Tanpa basis data yang kuat, pemerintah akan kesulitan menata sistem anggaran, termasuk dalam pemberian tunjangan, pensiun, dan pengembangan karier.
"Revisi ini memang membawa harapan baru bagi P3K, terutama peluang alih status menjadi
PNS. Tapi jangan sampai revisi ini justru menjadi PHP—pemberi harapan palsu bagi para tenaga P3K." Ia menilai revisi UU
ASN harus memperkuat efisiensi birokrasi, menjamin rotasi jabatan berbasis kinerja, dan menutup celah nepotisme serta diskriminasi dalam sistem seleksi. Namun, ia juga mengingatkan, jika DPR dan pemerintah bersepakat menarik kewenangan
ASN ke bawah presiden, maka UU Pemerintahan Daerah juga harus diubah agar tidak bertentangan dengan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
"Kalau tidak ada sinkronisasi dengan UU Pemerintahan Daerah, implementasinya akan tumpang tindih. Jadi, revisi
ASN ini harus menyentuh akar persoalan, bukan sekadar kosmetik politik," tutur Efriza.***
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani