Selasa, 30 Desember 2025

Irman Gusman: Sumbar Tak Bisa Pulih Jika Bergerak Sendiri-sendiri

Zainul Azhar - Rabu, 17 Desember 2025 06:55 WIB
Irman Gusman: Sumbar Tak Bisa Pulih Jika Bergerak Sendiri-sendiri
Dialog bertema respon serta penanggulangan bencana alam Sumatera Barat yang digelar atas inisiatif PWI Sumbar Senin malam (15/12) di Padang.
Jakarta, MPOL - Sumatera Barat, tak bisa pulih jika bergerak sendiri-sendiri demikian Senator Irman Gusman, dalam diskusi dan dialog bertema respons serta penanggulangan bencana alam Sumatera Barat yang digelar atas inisiatif PWI Sumbar Senin malam (15/12) di Padang.

Baca Juga:
Ia melontarkan kritik tajam terhadap pola penanganan bencana ekologis di Sumatera Barat yang dinilainya berjalan tanpa orkestrasi, minimnya kepemimpinan kolektif, dan terjebak pada kerja parsial. Di tengah kerusakan ekologis dan hantaman ekonomi yang besar, Sumbar disebut masih berjalan terseok-seok, sementara masyarakat dibiarkan menunggu arah pemulihan yang tak kunjung jelas.

Diskusi yang dihadiri jurnalis senior, pimpinan organisasi masyarakat, akademisi, dan tokoh masyarakat itu, menurut Irman, lahir dari kegelisahan kolektif atas lemahnya koordinasi dan ketegasan kebijakan pemerintah dalam merespons bencana yang berdampak luas dan berlarut.

"Kita belum benar-benar bersatu menghadapi situasi darurat ini. Yang terlihat masih gerak sendiri-sendiri, padahal dampaknya sangat serius."

Anggota komite I DPD RI itu menegaskan, jika semua elemen mau berkolaborasi, ia siap memfasilitasi dan membuka ruang komunikasi dengan pemerintah pusat. Dalam konteks ini, pers disebutnya memegang peran strategis, bukan sekadar sebagai penyampai kabar, melainkan pengawal akal sehat publik di tengah kebingungan arah kebijakan.

"Media adalah bagian dari civil society yang harus diperkuat. Dari sanalah lahir pandangan jernih dan tekanan moral agar pemulihan Sumbar berjalan benar," katanya, seraya menyebut dirinya sebagai sahabat PWI.

Irman Gusman menilai langkah PWI Sumbar menginisiasi dialog lintas elemen sebagai langkah tepat di tengah kebuntuan koordinasi dan kegamangan negara dalam membaca skala bencana.

Kegelisahan Irman memuncak usai bencana melanda Sumbar. Ia mengaku emosional saat diminta menyampaikan pandangan dalam sebuah podcast, dipicu derasnya arus informasi media sosial dan kesan penanganan bencana yang berjalan biasa-biasa saja.

"Saya bandingkan dengan 2004. Di era SBY–JK, respon cepat dan manajemen kebencanaannya terasa jauh lebih sigap. Sekarang, menurut saya, kita justru tertinggal."

Kegelisahan itu pula muncul pernyataan keras Irman yang sempat memicu polemik publik: kekayaan alam daerah disedot ke pusat, tetapi ketika bencana datang, daerah seolah dibiarkan menanggung sendiri dampaknya.

Sekarang otonomi daerah nyaris tinggal nama. Banyak kewenangan ditarik ke pusat, bahkan sampai urusan galian C. Semua atas nama investasi,

Secara politik ia tidak terlibat dalam kebijakan pemerintahan sebelumnya. Namun kini, katanya, ia kembali aktif dan merasa memiliki tanggung jawab moral untuk bersuara.

Ketua Dewan Penasehat MDMC Sumbar ini menilai respons pemerintah pusat, termasuk dalam penetapan status bencana di Sumbar, cenderung lamban dan defensif. Harapannya agar BNPB lebih progresif hingga kini belum terwujud.

"Istana itu punya banyak pintu. Saya tahu jiwa Presiden, tapi sering kali informasi yang sampai sudah terfilter oleh orang-orang di sekitarnya," tuturnya menyinggung sempitnya ruang komunikasi di sekitar Presiden RI Prabowo Subianto.

Meski begitu, Irman mengingatkan Sumbar untuk tetap bersikap proporsional. Ia mengakui dampak bencana di Sumbar tidak separah Aceh, namun kerugian ekonominya sangat besar.

Berdasarkan kajian Celios, kerugian ekonomi akibat bencana di Sumatra diperkirakan mencapai Rp68,67 triliun, angka yang berpotensi memperparah perlambatan ekonomi daerah.

"Teori memang bilang bencana bisa memicu pertumbuhan lewat pemulihan. Tapi kalau ekonomi Sumbar sudah lemah lalu dihantam bencana, tanpa kebersamaan yang kuat, kita justru bisa makin terpuruk," tutur Irman Gusman. (ZAR)

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru