Jumat, 27 Juni 2025

Mohammad Nasir: Pengalaman adalah Maha Guru

Marini Rizka - Selasa, 24 September 2024 22:51 WIB
Mohammad Nasir: Pengalaman adalah Maha Guru
Medan, MPOL - Dalam menulis kita harus berpikir kreatif dan kritis. Untuk menjadi kritis, kita harus membahas kebebasan. Kebebasan menjadi hak azasi manusia.Kebebasan atau kemerdekaan secara umum di dalamnya termasuk kebebasan pers dan wartawan berpikir kritis.

Baca Juga:
"Free press" (kebebasan pers) bertujuan untuk melindungi penerbitan berita informasi dan pendapat. Berpikir kritis bertumpu pada sikap yang meragukan terhadap segala hal, menyikapi dengan skeptis terhadap teks, baik pernyataan lisan, tertulis, atau simbol-simbol yang dirancang untuk menyampaikan informasi.

"Sikap skeptis atau meragukan menjadi pangkal untuk mencari kebenaran," tegas Bendahara Umum PWI Pusat ini. Pikiran kritis digunakan untuk menggali informasi yang benar. Kebenaran yang diharapkan sesuai nalar sehatnya, bukan kebenaran yang dipaksakan oleh penguasa atau orang lain yang punya kepentingan.

Mohammad Nasir menjelaskan bahwa dalam berpikir kritis, wartawan diharapkan menjadi lebih teliti dan mampu menyampaikan tulisan-tulisan yang berwarna, menggunakan diskripsi dan narasi. Semakin banyak wartawan menulis, akan mendapatkan pengalaman yang baru. "Pengalaman adalah maha guru," tegasnya.

"Peran media adalah membantu pencarian kebenaran, menolong individu mencari kebenaran.

Bahkan wartawan tidak boleh beropini, mencampurkan fakta dan opini pribadi. Hal ini juga menuntut wartawan bekerja lebih cermat dan berpikir kritis dalam melihat fakta," jelas anggota Kelompok Kerja Komisi Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi Pers Dewan Pers.

Untuk menghindari opini, jangan menggunakan kata sifat kecuali dengan menunjukkan fakta-faktanya secara memadai. Lebih baik mengganti kata sifat dengan kata kerja dan kata benda yang jelas.

Misalnya kata sifat "kaya", diganti dengan kata "memiliki 50 rumah masing-masing seharga di atas Rp 5 miliar", kata "cantik", diganti dengan kata-kata yang sudah umum dipahami masyarakat, misalnya "hidung mancung, rambutnya berombak", dan seterusnya.

Dalam berpikir kritis, wartawan diharapkan menjadi lebih teliti dan mampu menyampaikan tulisan-tulisan yang berwarna, menggunakan diskripsi dan narasi.

Wartawan juga dituntut mampu menyampaikan informasi dengan gaya diskripsi. Walaupun feature ditulis dengan menggunakan diskripsi dan terasa seperti novel, bahan utamanya tetap serangkaian fakta (non-fiction), bukan fiction seperti novel.

"Berpikir kritis, skeptis, dan menggali kebenaran dari berbagai dimensi, informasi yang disajikan wartawan akan teruji kebenarannya," pungkasnya.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
SHARE:
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru