Medan, MPOL -Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) terus menggencarkan program rehabilitasi mangrove dan penguatan perhutanan sosial sebagai langkah nyata mendorong pelestarian hutan berkelanjutan.
Baca Juga:
Upaya ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam menjaga ekosistem hutan yang menjadi sumber kehidupan dan penyeimbang alam.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Sumut, Heri W Marpaung, menyampaikan hal tersebut dalam Temu Pers yang difasilitasi Dinas Kominfo Sumut di Aula Dekranasda
Kantor Gubernur Sumut, Senin (6/10/2025).
Dalam kesempatan itu, Heri menegaskan pentingnya kesadaran kolektif untuk memandang hutan bukan sebagai warisan, melainkan titipan yang harus dijaga dari generasi ke generasi.
"Sebagaimana tugas dan fungsinya, Dinas LHK bertujuan mewujudkan kelestarian hutan yang berkelanjutan dengan sasaran kerja menurunkan kerusakan kawasan hutan dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya yang lestari," ujarnya.
Heri memaparkan, adapun aksi pada 2025 ini, Dinas LHK Sumut berencana memulihkan ekosistem mangrove (bakau) dengan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama rehabilitasi. Meliputi penanaman pohon, penguatan kelembagaan melalui kelompok perhutanan sosial dan tani hutan, serta pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Dengan lokus di Kabupaten Batubara dan Langkat.
Pada data Penatagunaan Hutan, lanjut Heri, pihaknya mencatat kawasan hutan di Sumut mencapai 3 juta hektare. Namun untuk penjagaannya, pemerintah mendorong kemanfaatan bagi masayarakat tanpa mengambil bahan kayu atau menebang pohon.
Dari langkah itu, satu diantaranya adalah konsep perhutanan sosial, dimana penduduk lokal atau sekitar bisa memanfaatkan hasilnya tanpa merusak dan menghilangkan fungsi utama hutan.
Untuk pemanfaatan tersebut, jelas Heri, di Sumut ada sekitar 284 Kelompok Perhutanan Sosial yang terdiri dari 207 kelompok hutan kemasyarakatan (Hkm), 15 hutan tanaman rakyat (HTR), 18 hutan desa (HD), 32 kemitraan kehutanan (KK) dan 12 hutan adat (HA).
Dari total luas lahan perhutanan sosial di Sumut, yang mencapai 102,282 Ha ini, pihaknya pun mengingatkan agar menghilangkan kebiasaan buruk seperti yang terjadi di beberapa kawasan khususnya Danau Toba, yakni membakar lahan kering dengan tujuan menumbuhkan rumput baru untuk kebutuhan ternak.
"Makanya kita mengingatkan agar masyarakat tidak melakukan kebiasaan yang memang sejak lama sudah dilakukan seperti membakar lahan. Harus ada edukasi agar ini tak lagi terjadi. Karena prinsip yang harus kita pahami secara mendasar, bahwa hutan itu bukan warisan, tetapi titipan. Karena titipan, makanya harus kita jaga agar bisa diteruskan dari generasi ke generasi," jelas Heri.
Sedangkan terkait isu lingkungan hidup, Heri mengatakan pihaknya telah mensosialisasikan sistem pengelolaan persampahan, termasuk kepada 27 bupati dan walikota se-Sumut yang mendapat surat teguran terkait pembenahan tempat pemrosesan akhir (TPA).
Bahwa Pemprov Sumut, sebelumnya telah menyerukan 33 kabupaten/kota se-Sumut untuk menerapkan sanitary landfill atau sistem pengelolaan sampah tertutup.
Seluruh kabupaten dan kota diwajibkan mengelola sampah dengan metode yang lebih ramah lingkungan dan tidak lagi menggunakan sistem pembuangan terbuka atau open dumping, terutama setelah target yang ditetapkan pemerintah untuk mengakhiri praktik tersebut pada tahun 2025. **
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News