Senin, 04 Agustus 2025

Aklamasi, Pesan Terkuat Rekonsiliasi dan Restorasi Reputasi Melalui Kongres Persatuan PWI Agustus 2025?

Redaksi - Senin, 04 Agustus 2025 11:28 WIB
Aklamasi, Pesan Terkuat Rekonsiliasi dan Restorasi Reputasi Melalui Kongres Persatuan PWI Agustus 2025?
, MPOL -

Baca Juga:
Oleh: Hendra J. Kede, S.T., S.H., M.H., GRCE, Mediator
Pemerhati Governance, Risk, and Compliance (GRC) / Ketua Dewan Pengawas YLBH Catur Bhakti / Profesional Mediator / Peneliti Senior IDEALS

Disclaimer: Isi tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis. Tidak mewakili pandangan lembaga atau institusi manapun. Tidak ditujukan untuk menyerang, mendorong, atau menghambat siapapun untuk menjadi Calon Ketua Umum PWI Pusat.

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) merupakan aktor utama pilar keempat demokrasi di Indonesia. Hal demikian mengingat 20 ribu dari 30 ribu wartawan bersertifikat kompeten yang diterbitkan Dewan Pers adalah anggota PWI.

Dilihat dari perspektif ini, maka menyelenggarakan Kongres Persatuan PWI Agustus 2025 mendatang tidak saja memiliki nilai strategis bagi internal PWI, namun juga punya makna strategis dalam pembangunan dunia pers Indonesia secara keseluruhan.

Maka pertanyaannya: Hasil Kongres seperti apa yang diharapkan mayoritas anggota PWI dan pihak eksternal, setelah PWI didera konflik kepengurusan berkepanjangan selama sekitar 20 bulan terakhir?

Jawabannya: Rekonsiliasi menyeluruh. Ini guna mewujudkan stabilitas organisasi dan mengembalikan marwah PWI. Tanpa stabilitas dan tegaknya marwah organisasi, PWI tidak akan bisa optimal menjalankan perannya sebagai organisasi profesi wartawan terbesar di Indonesia. Khususnya dalam menjaga integritas organisasi dan menjalankan program-program peningkatan kompetensi wartawan anggota PWI.

Pertanyaan lanjutannya: Jaminan seperti apa yang dapat diberikan Kongres Persatuan agar pesan stabilitas dan marwah organisasi tersebut jelas dan kuat?

Jawabannya: Pemilihan Ketua Umum dilakukan secara aklamasi. Kalaupun harus voting maka proses voting dan sosok Ketua Umum terpilih benar-benar menunjukan pesan sangat kuat tersebut. Bahwa rekonsiliasi akan terlaksana pasca Kongres. Marwah organisasi dan reputasi akan kembali pulih sepenuhnya.

Proses pemilihan Ketua Umum dan sosok Ketua Umum terpilih yang sekedar bersandar dan mengedepankan formalitas prosedural semata hanya akan melahirkan legitimasi formal prosedural semata pula, tidak lebih dari itu.

Kedua pertanyaan dan jawaban di atas mewarnai diskusi beberapa grup WA yang saya ikuti beberapa waktu belakangan setelah tercapainya Kesepakatan Jakarta antara Hendry Ch Bangun (Ketum PWI Kongres Bandung 2023) dan Zulmansyah Sekedang (Ketum PWI Kongres Luar Biasa Jakarta 2024) tanggal 16 Mei 2025 lalu.

Potensi Aklamasi

Apakah mungkin pemilihan Ketua Umum akan dilakukan secara aklamasi melihat tajamnya konflik kepengurusan, bahkan sampai berkonflik di ranah hukum?

Jawabannya: Sangat mungkin. Selama pemilik hak suara menghendaki demikian. Plus Steering Committee (SC) membuka peluang dan ruang untuk itu. SC tidak terjebak sekedar hanya sebagai fasilitator kompetisi prosedural formalistik bertarungnya aktor-aktor utama konflik selama ini semata.

SC secara sengaja atau tidak, tidak boleh menutup peluang aklamasi melalui aturan pemilihan yang dirumuskannya.

Lantas, bagaimana skenario untuk membuka ruang aklamasi tersebut? Dan rumusan aturan SC seperti apa yang berpotensi menutup atau membuka peluang aklamasi?

Aklamasi, Stabilitas, dan Marwah Organisasi

Apakah benar aklamasi akan melahirkan stabilitas organisasi dan mengembalikan marwah organisasi PWI? Apakah hanya aklamasi yang dapat menjamin itu? Bagaimana dengan transparansi dan akuntabilitas dalam pemilihan?

Peserta diskusi menilai aklamasi merupakan pilihan terbaik untuk menjamin stabilitas tinggi dan kembalinya marwah organisasi dibanding mekanisme yang lain. Walaupun, bukan berarti mekanisme lain pasti akan melahirkan instabilitas dan makin redupnya marwah organisasi PWI.

Aklamasi dipandang akan memberikan efek positif yang sangat kuat dan bersifat akumulatif dari banyak variabel. Aklamasi akan memberikan pesan restorasi moral organisasi yang juga sangat kuat.

Aklamasi menunjukan bahwa sudah tidak ada konflik berarti yang dapat mengganggu reputasi dan marwah PWI kedepannya. Rekonsiliasi lahir batin sudah tercapai dan terwujud melalui Kongres Persatuan. PWI sudah kembali solid dan siap kembali bersinergi menjalakan tupoksinya sebagai pilar keempat demokrasi untuk mewujudkan Indonesia jaya.

Disamping itu, aklamasi akam berdampak signifikan terhadap reputasi organisasi dan pengurus pada semua tingkatan, terutama terkait kemampuan mengelola konflik menjadi energi positif konstruktif.

Diskusi juga mengemukakan contoh, betapa besarnya pengaruh keterpilihan Tarman Azzam (2003) dan Margiono (2013) secara aklamasi terhadap prestasi-prestasi gemilang PWI sepanjang 5 (lima) tahun setelah pemilihan aklamasi tersebut.

Padahal aklamasinya Tarman Azzam dan Margiono bukan karena alasan rekonsiliasi, namun lebih karena apresiasi atas kinerja keduanya pada periode pertamanya memimpin.

Namun demikian, aklamasi bukan tidak ada tantangan yang perlu diantisipasi oleh SC maupun pemilik hak suara.

Potensi Tertutupnya Peluang Aklamasi

Peluang aklamasi akan tertutup jika aturan pemilihan yang dibuat SC memaksa hanya ada jalan voting. Lalu didukung pemilik hak suara. Apapun motivasi keduanya.

Bisa alasan fanatisme terhadap Caketum tertentu, alasan kebencian terhadap Caketum tertentu, atau bahkan motivasi money politics yang secara teoritis tetap tidak bisa disimpulkan pasti tidak ada.

Dan yang paling berbahaya adalah jika Kongres Persatuan bukan sebagai ajang untuk menegakan marwah organisasi namun lebih menonjolkan ego pribadi-pribadi dan kelompok demi kepentingan pribadi dan kelompok semata untuk berkuasa di PWI.

Salah satu aturan SC yang berpotensi menutup aklamasi adalah mengharuskan Caketum mendaftar sebelum Kongres Persatuan dimulai dan menutup peluang munculmya Caketum selama proses Kongres Persatuan berlangsung.

Kenapa demikian? Karena Caketum aklamasi itu muncul dari serangkaian diskusi panjang para pemilik suara dan para bakal calon Ketua Umum potensial di arena Kongres Persatuan untuk mewujudkan rekonsiliasi substantif.

Hal lain yang menutup pintu aklamasi adalah keegoisan masing-masing Caketum, memaksakan harus ada voting, dan mengabaikan manfaat pesan kuat aklamasi bagi organisasi.

Hal diatas hanya bisa terjadi jika Kongres Persatuan dipandang hanya sebagai ajang legal formal belaka untuk memilih Ketum dan mengakhiri dualisme Ketum. Yang penting terpilih satu orang Ketum. Sebuah pandangan yang sangat dangkal tentang visi dan misi Kongres Persatuan.

Dan yang paling fatal adalah jika SC tanpa sadar memandang Kongres Persatuan hanya sekedar ajang untuk menentukan siapa Ketua Umum yang punya legitimasi diantara 2 (dua) Ketua Umum yang menandatangani Kesepakatan Jakarta, Hendry Ch Bangun atau Zulmansyah Sekedang.

Namun kemungkinan ini sangat kecil karena Kesepakatan Jakarta juga sudah terang benderang menyatakan siapapun yang memenuhi syarat formal dapat menjadi Caketum.

Potensi Terbuka Lebar Peluang Aklamasi

Aturan SC yang memberikan ruang dan waktu untuk terselenggaranya diskusi-diskusi mendalam antara para pemilik hak suara dengan para bakal calon Ketua Umum potensial akan membuka peluang aklamasi terbuka lebar.

Hal demikian juga sangat bermanfaat untuk mecari kesamaan irisan dan titik temu, termasuk merumuskan komposisi kepengurusan PWI Pusat rekonsiliatif sebagai sarana penyelesaian konflik secara komprehensif dan substansial.

Penutup

Kongres Persatuan kabarnya hanya memilih Ketua Umum dan Ketua Dewan Kehormatan. Tidak ada Laporan Pertanggungjawaban (LPJ), pembahasan Peraturan Dasar (PD), pembahasan Peraturan Rumah Tangga (PRT), pembahasan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), pembahasan Kode Perilaku Wartawan (KPW), dan pembahasan program kerja.

Agendanya hanya tunggal yaitu pemilihan. Memilih Ketua Umum dan Ketua Dewan Kehormatan.

Maka alanglah baiknya jika segala energi yang dimiliki SC dan pemilik hak suara difokuskan untuk mencapai hasil maksimal bagi organisasi melalui instrumen yang ada pada Kongres Persatuan tersebut.

Pada saat bersamaan memberikan sebuah pesan sangat kuat kepada puluhan ribu anggota PWI dan kepada seluruh pihak eksternal, baik pemerintah maupun publik serta seluruh rakyat Indonesia, bahwa telah terjadi rekonsiliasi substantif dan menyeluruh di PWI sebagai bentuk nyata kembalinya marwah organisasi PWI sebagai organisasi wartawan pejuang bagi bangsa dan negara Indonesia.

Terima kasih.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Baringin MH Pulungan
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Prof Budi Djatmiko Kembali Pimpin APTISI Lewat Aklamasi di Munas Bandung
Aklamasi, Ali Amran Tanjung Pimpin Parmusi Sumut
Abdul Gafur Terpilih Secara Aklamasi Pimpin MABMI Kota Medan
Aklamasi di Musdalub, Fedriansyah Lubis Jabat Ketum BPD ABUJAPI Sumut.
Aklamasi di Musdalub, Fedriansyah Lubis Jabat Ketum BPD ABUJAPI Sumut.
PKB Deli Serdang Harap Cak Imin Dipilih Kembali Secara Aklamasi
komentar
beritaTerbaru