Rabu, 18 Juni 2025

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN PARIWISATA DANAU TOBA TERHADAP KESEMPATAN KERJA MASYARAKAT ADAT PARMALIM

Penulis: Natasyah Dan Cinta Pangaribuan
Redaksi - Sabtu, 28 Desember 2024 05:16 WIB
ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN PARIWISATA DANAU TOBA TERHADAP KESEMPATAN KERJA MASYARAKAT ADAT PARMALIM
Medan, MPOL - Kawasan Pariwisata Danau Toba telah lama menjadi salah satu destinasi unggulan di Indonesia, dengan keindahan alamnya yang memikat dan budaya masyarakat adat yang kaya. Namun, seiring dengan upaya pemerintah untuk mengelola dan mengembangkan kawasan ini sebagai destinasi wisata kelas dunia, muncul berbagai dinamika terkait dampak kebijakan terhadap masyarakat lokal, khususnya masyarakat adat Parmalim. Pengembangan dibidang pariwisata ini tentu salah satunya bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan pendapatan dan tarif hidup masyarakat.

Baca Juga:

Hal ini memunculkan pertanyaan mendasar: sejauh mana kebijakan pengelolaan kawasan ini memberi manfaat bagi masyarakat adat Parmalim, yang merupakan salah satu komunitas dengan akar budaya kuat di sekitar Danau Toba?
Keberhasilan ekowisata di masyarakat adat bergantung pada faktor-faktor seperti modal manusia, keuangan, dan sosial, distribusi manfaat ekonomi yang adil, dan kepemilikan lahan.

Peluang kerja masyarakat adat di industri pariwisata telah dieksplorasi dalam berbagai konteks. Buultjens et al. (2006) dan Whitford et al. (2017) menyoroti potensi lapangan kerja bagi masyarakat adat di daerah regional dan terpencil, dan menekankan perlunya pengembangan kapasitas dan pendidikan.


Berdasarkan hasil wawancara kami dengan salah satu narasumber berinisial (NH) beliau mengatakan dampak kebijakan pengelolaan kawasan wisata Danau Toba terhadap masyarakat lokal yang implementasinya tidak dirasakan secara merata, terutama di daerah terpencil seperti Desa Sidulang.

Selain itu, realitas di lapangan menunjukkan bahwa akses Masyarakat Adat Parmalim terhadap kesempatan kerja yang dihasilkan dari kebijakan cenderung kurang cocok dengan keahlian masyarakat. Beliau juga mengatakan" Jaringan sosial yang kuat sering kali menjadi kunci untuk mendapatkan pekerjaan di sektor pariwisata. Namun, banyak anggota masyarakat Parmalim yang terisolasi dari jejaring ini, sehingga informasi mengenai peluang kerja tidak selalu tersedia bagi mereka".


Kami juga melakukan wawancara kepada salah satu tokoh komunitas masyarakat parmalim yang berinisial (TN) beliau mengatakan malah tidak ingin terlibat dalam urusan perpariwisataan, pariwisata memang dapat menjadi alat untuk mempromosikan budaya lokal, namun masalah yang dihadapi Masyarakat Adat Parmalim dalam konteks pengembangan sektor pariwisata lebih kompleks karena penolakan mereka untuk terlibat langsung.

Hal ini bukan hanya dipicu oleh keterbatasan keterampilan atau akses, tetapi juga oleh kekhawatiran akan dampak negatif terhadap keaslian budaya mereka. Masyarakat Parmalim merasa bahwa terlibat langsung dalam sektor pariwisata, terutama yang berkaitan dengan budaya, dapat mengikis nilai-nilai tradisional yang menjadi fondasi identitas mereka.

Untuk itu perlu pendekatan yang mendalam antara pemerintah dan masyarakat lokal, khususnya masyarakat parmalim. Perlindungan terhadap budaya lokal juga menjadi kunci, dengan memastikan bahwa tradisi dan kepercayaan masyarakat tidak hanya dilestarikan, tetapi juga dipromosikan secara otentik sebagai daya tarik wisata yang tidak akan menghilangkan unsur keasliannya. Pada akhirnya, keberhasilan pengelolaan kawasan Pariwisata Danau Toba tidak hanya diukur dari jumlah wisatawan atau pendapatan ekonomi, tetapi juga dari seberapa jauh manfaatnya dirasakan oleh masyarakat lokal, khususnya komunitas adat Parmalim, yang telah menjaga keberlanjutan kawasan ini selama berabad-abad.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Baringin MH Pulungan
SHARE:
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru