Minggu, 03 Agustus 2025

Pengaruh Covid-19 Terhadap Tingkat Kemalasan Anak

Mahasiswa UINSU, Jurusan Ilmu Perpustakaan, Nim: 0601241066, Dosen Pengampu: Dr. Usiono M.A.
Redaksi - Rabu, 15 Januari 2025 21:02 WIB
Pengaruh Covid-19 Terhadap Tingkat Kemalasan Anak

Tingkat kemalasan anak-anak di Indonesia menjadi perhatian banyak orang, terutama karena pengaruh teknologi dan perkembangan pendidikan. Banyak orang berpendapat bahwa tingkat kemalasan pada anak sekarang di pengaruhi oleh beberapa faktor, seperti perubahan gaya hidup, kebiasaan menggunakan gadget, dan sistem pendidikan yang kadang kurang mendukung kreativitas atau semangat belajar mereka. Kemalasan ini terlihat dari beberapa hal, seperti menurunnya minat baca anak, kurangnya aktivitas fisik, dan ketergantungan pada hiburan digital seperti media sosial dan permainan video. Kebiasaan ini bisa mengganggu kemampuan berpikir, komunikasi, dan memecahkan masalah. Namun, faktor luar juga berpengaruh besar dalam masalah ini. Pendidikan yang terasa membosankan dan tidak selalu sesuai dengan minat anak bisa membuat mereka kehilangan semangat belajar. Selain itu, media sosial dengan banyakknya konten yang menarik tapi kurang mendidik, membuat anak-anak lebih suka menghabiskan waktu di dunia maya daripada melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat. Masalah tersebut dapat di atasi dengan adanya pendekatan yang lebih baik dan menyeluruh dalam pendidikan, seperti menggunakan teknologi dengan bijak, membuat suasana belajar yang menyenangkan, dan memberikan kebebasan untuk mengeksplorasi minat mereka. Peran orang tua dan masyarakat juga sangat penting untuk membantu anak-anak tetap semangat dalam belajar dan berkembang.

Baca Juga:
Selain faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya, ada satu faktor yang memungkinkan tingkat kemalasan belajar pada anak semakin meningkat, yaitu COVID-19. COVID-19 memberikan dampak besar pada banyak aspek kehidupan, terutama dalam hal semangat belajar anak di Indonesia. UNICEF melakukan survei dan menerima lebih dari 4.000 tanggapan dari siswa di 34 provinsi Indonesia, melalui kanal U-Report yang terdiri dari SMS, WhatsApp, dan Messenger. Hasil survei menyebut, sebanyak 66 persen dari 60 juta siswa dari berbagai jenjang pendidikan di 34 propinsi mengaku tidak nyaman belajar di rumah selama pandemi Covid-19. Lalu, 88 persen siswa juga bersedia mengenakan masker di sekolah dan 90 persen mengatakan pentingnya jarak fisik jika mereka melanjutkan pembelajaran di kelas. Sejak mengalami pandemi COVID-19 anak Indonesia memiliki kebiasaan gaya hidup tidak aktif atau malas. Pandemi ini mengubah banyak kebiasaan, seperti cara belajar, interaksi sosial, dan kegiatan fisik anak. Dalam hal pendidikan di sekolah, pemerintah melakukan perubahan sistem belajar di sekolah dengan melakukan sistem pembelajaran daring. Perubahan sistem belajar ke Pembelajaran daring ini adalah salah satu dampak besar dari pandemi. Pembelajaran daring tentunya akan membuat anak lebih sering menggunakan smarthphone didalam rumah dan kurangnya interaksi sosial dari luar rumah. Ditambah dengan kurangnya penguasaan teknologi pada anak dan adaya penambahan biaya kuota internet membuat anak akan merasa belajarnya menjadi lebih sulit.

Meskipun teknologi memungkinkan anak-anak tetap belajar, banyak dari mereka yang kesulitan menyesuaikan diri dengan cara belajar yang baru ini. Pembelajaran daring sering kali lebih membosankan dan kurang melibatkan peserta didik dengan tenaga pengajar, sehingga bisa membuat anak anak kurang semangat belajar dan menjadi lebih malas. Hal ini dapat berpengaruh pada kemampuan literasi dan numerik anak. Ketergantungan pada teknologi juga menyebabkan anak menjadi malas untuk melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat. Selama pandemi, anak lebih sering menghabiskan waktu di depan layar untuk belajar, berkomunikasi, dan hiburan. Kebiasaan ini membuat mereka lebih tertarik pada media sosial, game online, atau video hiburan yang membuat mereka enggan melakukan aktivitas produktif seperti membaca, berolahraga, ataupun melakukan hal yang lebih bermanfaat lagi.

Faktor lain dapat di lihat dari kurangnya aktivitas fisik dan sosial. Pembatasan sosial selama pandemi menyebabkan anak jadi jarang bermain diluar, bertemu dengan teman-teman ataupun jarangnya mengeksplor dunia luar. Kurangnya kegiatan fisik dan sosial ini mempengaruhi kesehatan tubuh dan perkembangan mental dan emosional mereka. Tanpa kegiatan fisik yang rutin, anak-anak akan lebih banyak menghabiskan waktu mereka dengan bermain gadget karena tidak ada kegiatan menarik lainnya. Anak yang jarang bergerak, berinteraksi, ataupun berolahraga di luar rumah lebih sering menjadi tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas yang lebih bermanfaat. Perubahan rutinitas dan lingkungan saat pandemi juga menjadi faktor meningkatnya kemalasan pada anak. Selama pandemi, banyak anak yang kehilangan rutinitas harian mereka seperti pergi ke sekolah, bermain di luar, atau ikut kegiatan ekstrakurikuler. Ketika waktu harian mereka terganggu atau tidak teratur, anak-anak bisa merasa bingung untuk mengerjakan pekerjaan meraka yang dilakukan setiap harinya. Tanpa jadwal yang jelas atau aturan yang mengatur mereka untuk melakukan sesuatu, anak-anak bisa lebih sering menunda-nunda pekerjaan.

Selain itu, timbulnya stres dan kecemasan. Pengaruh Psikologis yang ditimbulkan oleh pandemi ini bisa mempengaruhi kondisi mental anak. Beberapa anak mungkin merasa cemas, takut, atau tidak bersemangat karena perubahan besar dalam hidup mereka. Kecemasan ini bisa membuat anak kurang fokus dan kehilangan motivasi untuk belajar. Selain itu, perasaan stres atau depresi karena isolasi dan perubahan keadaan juga bisa membuat anak kehilangan minat pada hal-hal yang biasanya mereka nikmati. Dan jika mereka kehilangan minat terhadap suatu hal tersebut, itu akan membuat mereka lebih sulit berkonsentrasi dan kehilangan semangat untuk melakukan hal-hal yang seharusnya bisa membuat mereka berkembang.

Secara keseluruhan, pandemi COVID-19 telah mempengaruhi banyak aspek kehidupan anak-anak di Indonesia termasuk, cara belajar, kebiasaan digital, dan kegiatan fisik maupun sosial. Pandemi juga mempengaruhi perilaku anak, termasuk meningkatkan kemalasan pada diri mereka dan jika tidak diatasi dengan segera, tingkat kemalasan pada anak akan semakin meningkat. Tetapi penyebab utama rasa malas pada anak tidak hanya disebabkan oleh COVID-19 saja. Banyak juga faktor-faktor lainnya yang berpengaruh dalam masalah ini. Oleh karena itu, penting bagi keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk bekerja sama mendukung anak-anak agar tetap semangat dan aktif meskipun dalam situasi yang penuh tantangan ini. Orang tua, guru, dan masyarakat perlu membantu anak-anak dengan menciptakan rutinitas yang sehat, memberikan dukungan emosional, serta mendorong mereka untuk tetap aktif dan terlibat dalam kegiatan yang membangkitkan semangat dan motivasi. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa malas pada anak seperti, menyusun jadwal harian yang teratur, mengajak anak berolahraga atau melakukan aktivitas fisik di luar rumah secara rutin, membiarkan anak mengeksplorasi minat dan bakat mereka, dan bisa juga dengan memberikan penghargaan kecil atau pujian ketika anak berhasil menyelesaikan tugas agar mereka lebih termotivasi untuk melakukan aktivitas lainnya.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Dewan Pembina Relawan Martabat Prabowo Gibran Desak Kajagung Tersangkakan Rapidin Simbolon
Korupsi APD Covid-19, Eks Sekretaris Dinkes Sumut dan PPK Dituntut 9 dan 5 Tahun Penjara
Korupsi Dana Covid-19 Rp 24 M, Sekretaris Dinas Kesehatan Sumut dan PPK Ditahan Jaksa
Fakta Sidang Tak Buktikan Terima Rp 1,4 Miliar, PH Minta Hakim Bebaskan Alwi Hasibuan
Sidang Korupsi Pengadaan APD Covid-19, JPU Terkejut Dana Mengalir ke Robby Nessa Nura, Istri dan Kakaknya
PMPHI Sumut Pertanyakan Kenapa "Kasus" Dana Covid-19 Diungkap Tahun 2024
komentar
beritaTerbaru