Medan, MPOL:Suasana di ruang sidang Cakra 4 Pengadilan Negeri Medan, Rabu (17/9) siang sempat
ricuh pasca pembacaan putusan pra peradilan atas pemohon Susanto Lian dengan
termohon Kapoldasu cq Dirreskrimum, cq Kasubdit Jahtanras Cq penyidik Polda Sumut, oleh
hakim tunggal Eti Astuti.
Baca Juga:
Dalam putusan hakim Eti Astuti menyebutkan mengabulkan sebagin permohonan dari pemohon.
"Dari uraian yang saya bacakan tadi permohonan pemohon dikabulkan sebagian. Saya tegaskan ya, Prapid pemohon dikabulkan untuk sebagian," ujar Eti Astuti.

Kuasa hukum Poldasu dari Bidkum saat Prapid di PN Medan, Rabu (17/9).(foto.jos Tambunan).
Setelah
hakim tunggal Eti Astuti membacakan putusan mengabulkan sebagian Prapid Susanto Lian, para pengunjung menyoraki hakim."Jangan harap bisa menang di pengadilan ini kalau tidak ada uang," teriak pengunjung sidang.
Teriakan itupun dibalas hakim dengan emosi," Ehh kau siapa. Kau belum tahu saya siapa ya. Kau menghina. Biar kau tahu, saya hakim teladan di Pengadilan ini", kemudian dibalas pengunjung," Ya kau hakim teladan. Tapi Sepuluh kau benar akibat yang satu ini kau rusak tidak lagi hakim teladan".
Pengunjung yang tidak diketahui identitasnya itu mengatakan, putusan Eti Astuti menguatkan indikasi adanya permainan antara pemohon dengan
termohon (Bidkum Polda Sumut) dan oknum pengadilan. Sebab hakim tidak mempertimbangkan dalil penyidik Ditreskrimum Poldasu yang telah memiliki lima alat bukti menjadikan Susanto Lian sebagai tersangka.
Dari awal sudah terlihat ada indikasi permainan. Hakim bilang sidang dengan agenda membacakan putusan akan dimulai pukul 09.00 wib, tapi bisa berubah pukul 13.00 wib kemudian diundur lagi pukul 13.30 wib. "Patut diduga dia sengaja menunda persidangan untuk merubah putusan. Kita tidak tahu apa yang sudah dibuat pihak pemohon," katanya.
Susanto Lian merupakan pemilik perusahaan yang memproduksi pupuk untuk tanaman palawija dan kelapa sawit yang memiliki omzet perbulan cukup besar.
Apalagi, sebelum sidang dimulai tidak seperti biasanya seorang hakim yang mengaku hakim teladan di PN Medan Eti Astuti berucap,"Ya bagaimana lah ya, baru kali ini saya diperintah Ketua memimpin sidang Prapid".
Ditambah lagi pada persidangan Selasa (16/9) dengan agenda menghadirkan saksi-saksi dari pemohon, Erwan Efendi (Sopir Susanto Lian), Rion Sahputra (Satpam PT.Tanindo Subur Jaya) dan saksi ahli T.Riza Zamzami Rijam, terlihat kuasa hukum Kapolda Sumut dari Bidang Hukum (Bidkum) AKP Heri dkk hanya mengajukan satu pertanyaan yang tidak berbobot kepada Erwan Efendi. Ironisnya, ketika hakim mempersilahkan untuk bertanya kepada saksi, justru Bidkum Polda Sumut itu mengatakan "tidak sambil menggelengkan kepala".
TIDAK ADA BEBAN
Kekalahan Poldasu dalam Prapid membuktikan lemahnya pembelaan yang dilakukan Bidkum Poldasu. Bahkan, pihak Bidkum yang diberi kuasa melakukan pembelaan terhadap institusi Polri sepertinya tidak ada beban dan seolah tidak serius membela marwah Polri.Hal itu terlihat pengacara Polri itu hanya menghadirkan satu saksi yaitu penyidik Ditreskrimum Poldasu, yang kemudian langsung ditolak hakim.
Ketika hakim mempersilahkan menghadirkan saksi lain, Bidkum Poldasu itu mengatakan,"Tidak ada Bu hakim". Bahkan, hingga putusan dibacakan, kedua orang kuasa hukum Kapolda Sumut itu diam membisu seolah tidak perduli kalau yang mereka bela adalah institusi Polri.
"Darimana kami punya uang menghadirkan saksi. Kalau menang itu hal biasa, kalaupun kalah tidak menjadi beban bagi kami," aku AKP Heri kepada wartawan sehari sebelum sidang putusan.
KEPUTUSAN MENGECEWAKAN
Dr (c) Andri Agam SH MH CPM, CP.Arb selaku kuasa hukum saksi pelapor, A Sin mengatakan sangat kecewa dengan keputusan hakim Eti Astuti SH.MH. Bahwa putusan itu sangat mencederai keadilan dan jelas ada keberpihakan. Hakim mengabaikan alat bukti yang dijadikan penyidik untuk mentersangkakan Susanto Lian dalam kasus penipuan dan penggelapan.
"Laporan A Sin sudah 3 tahun mangkrak di Poldasu, jadi bukan lagi pengaduan baru. Penyidik suda memiliki setidaknya 5 alat bukti tapi itu semua tidak dipertimbangkan hakim. Indikasi permainan sangat kentara," kata Andri.
Diapun mengaku akan melaporkan hakim ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung RI."Saya sudah kontak penyidik dan akan melakukan langkah hukum selanjutnya. Sprindik bisa dua kali atau lebih karena hakim sama sekali tidak mempertimbangkan dalil dari
termohon," tegasnya.
Karena biasanya ya bahwa Prapid itu sangat jarang dikabulkan karena penyidik dalam hal ini Polda Sumut sangat profesional menetapkan seseorang itu menjadi tersangka, bukti-buktii hingga saksi ahli sudah diperiksa bahkan audit kerugian pun sudah dilakukan, jadi sebenarnya sangat mustahil putusan hakim mengabulkan sebagian Prapid Susanto Lian.
Andri Agam juga menilai penyidikan yang dilakukan Ditreskrimum sangat profesional tapi tim Bidkumnya sangat lemah dan tidak profesional. Dari awal saat persidangan saksi kalau mereka sama sekali tidak memberi pertanyaan kepada saksi yang dihadirkan pemohon. Bahkan, mereka tidak menghadirkan saksi padahal seyogiannya bisa menghadirkan saksi ahli.
"Apakah mereka sengaja untuk kalah mungkin demikian perkiraan. Mereka seolah sengaja membiarkan sendiri hakim yang memutuskan. Seharusnya jika mereka menganggap kekalahan membuat citra Polri jelek, mereka tidak membiarkan persidangan berjalan apa adanya. Mereka harus berupaya membela institusi, tapi hak itu sepertinya tidak mereka lakukan," pungkasnya.***
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Josmarlin Tambunan