"Saya pikir, itu
unprocedure. Misalnya, kepolisian itu melakukan penangkapan, lalu dia juga yang membawa barang bukti, dia juga membuat laporan, dia juga menjadi saksi, itu tidak dibenarkan, karena ada kesan jika penyidik menggunakan polisi sebagai saksi dan pelapor, maka dengan gampang melakukan intervensi atau penekanan, bahkan bisa juga menjadi konspirasi," kata Prof. Maidin di per
sidangan.
Baca Juga:
"Apalagi,
senpi itu diamankan tidak di badan atau ditubuh atau di tas yang disandang terdakwa dan bahkan terdakwa ini membantah bahwa
senpi itu bukan miliknya. Selanjutnya, ditambah lagi bahwa kepolisian tidak mengambil bukti sidik jari dari laboratorium forensik atau ahli forensik. Itu namanya kriminalisasi," jelasnya.
Kemudian, masih dijelaskan saksi ahli, pihak penyidik juga tidak mengindahkan kesaksian yang meringankan atau membela terdakwa selama dalam proses penyidikan di kepolisian.
"Kalau seseorang dipersangkakan terhadap perbuatan yang tidak dilakukannya, tidak adanya bukti sidik jari, selanjutnya saksi yang meringankan juga tidak diperiksa oleh penyidik, itu namanya
error in procedure," tegasnya.
Kemudian, saksi ahli juga menyebut bahwa dalam perkara tertangkap tangan seharusnya pihak kepolisian melakukan prosedur, yaitu membawa pemilik
senpi dan senjata itu secara bersamaan dan harus dihadirkan saksi dari masyarakat.
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News