Medan, MPOL:Pernyataan Cawapres Mahfud MD yang mengatakan banyak mafia per
tambangan di Indonesia termasuk melibatkan oknum aparat, kini menjadi pembahasan hangat di Masyarakat dan mendapat pengakuan dari para korban.
Baca Juga:
Salah satu contoh yang menjadi korbannya adalah Sunani (58). Dia melaporkan perusahaan
tambang raksasa PT Jui Shin Indonesia ke Polda Sumut. Sunani didampingi kuasa hukumnya Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Med, dalam isi laporan pengaduannya perusahaan tersebut diduga mencuri
pasir kuarsa dan me
rusak lahan milik kliennya sekitar 2 hektar di Dusun V, Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Hilir, Kabupaten Batubara-Sumut, dengan total kerugian disebut sekitar 10 miliar rupiah.
Yang mana diduga, PT.Jui Shin Indonesia menambang
pasir kuarsa dari lahan milik orang lain meski dokumen RKAB-nya belum keluar persetujuan. Masih soal izin dalam operasional per
tambangan. Kejanggalan izin penambangan perusahaan tersebut didapat pula pada dokumen RKAB-nya yang tiba-tiba disebut telah ada untuk tahun 2024-2025 oleh pihak Dinas Perindustrian Perdagangan Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Sumatera Utara.
Padahal sebelumnya pada 22 November 2023 untuk mendapatkan izin tersebut ada surat undangan dari Dinas Perindustrian Perdagangan Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Sumatera Utara Wilayah III kepada Camat Lima Puluh Pesisir dan Kepala Desa Gambus Laut, dan ternyata undangan tersebut tidak dihadiri kedua pejabat pemerintah setempat itu. Lantas, mengapa bisa keluar persetujuan dokumen RKAB-nya? Kondisi ini jugalah yang membuat tak salah dugaan kuat terkait pernyataan untuk IUP saat ini banyak mafianya.
Diketahui, dokumen RKAB adalah salah satu syarat penting agar perusahaan
tambang bisa melakukan operasionalnya. Tetapi, aturan tersebut jelas-jelas sepertinya tak berlaku terhadap perusahaan raksana PT Jui Shin Indonesia, yang diduga bisa tetap berperasi menggali
pasir kuarsa tanpa RKAB, di areal yang bukan haknya pula.
Kemudiian, titik lokasi penambangan pasirnya sangat dekat dengan daerah aliran sungai (Sungai Kuba), yang tentunya dinilai akan sangat berbahaya dampaknya terhadap
lingkungan ekologis sekitar, seperti dikatakan Kades Gambus Laut Zaharuddin, kebun-kebun sawit masyarakat di sekitarnya, bahkan permukiman penduduk disana bisa terancam kebanjiran bila terjadi erosi, membuat air sungai jebol mengalir ke 'danau-danau' bekas galian penambangan pasir tersebut.
Direktur Ditreskrimsus Polda Sumut Kombes Pol Andre Setyawan dikonfirmasi wartawan mengatakan segera melakukan pengecekan.
Sementara itu, pengacara Kondang Darmawan Yusuf Minta Operasional PT Jui Shin Indonesia Disetop.
"Saya harap tanpa 'no viral-no justice' laporan kami dapat ditanggapi serius. Kami juga sudah meminta agar aktivitas penambangan PT Jui Shin Indonesia di Batubara disetop dulu, mengevaluasi izin-izinnya. Sebab fakta yang terjadi di lapangan, beroperasi sangat meresahkan, merugikan, bahkan bisa membahayakan masyarakat," jelas Darmawan selaku Pimpinan dan Pemilik Law Firm Darmawan Yusuf & Associates (DYA).
"Kemudian terhadap pasir yang telah di
tambang selama dokumen RKAB perusahaan itu diduga belum ada persetujuan, bukankah itu bisa dijadikan celah adanya pengambilan sumber daya alam milik negara yang dinilai tidak sah yang membuat dugaan kerugian bagi negara? Ini harus diselidiki lebih jauh oleh aparat penegak hukum." tegas Pengacara Kondang Darmawan Yusuf yakin masih banyak lagi dugaan pelanggaran hukum dan aturan yang telah terjadi yang sudah dipegangnya termasuk soal WIUP.
Sedangkan pihak PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI yang dicoba wartawan untuk konfirmasi tidak pernah berhasil. Panca yang disebut pimpinan di PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI saat dikonfirmasi melalui hanphone tidak mengangkat, demikian juga dikonfirmasi lewat whatsapp (WA) tidak menjawab.***
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Josmarlin Tambunan