Jakarta, MPOL -
Kongres Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dijadwalkan berlangsung pada minggu keempat Agustus 2025. Forum ini akan menjadi ajang penting untuk memilih Ketua Umum dan Ketua Dewan Kehormatan, sekaligus mengakhiri dualisme kepemimpinan yang telah berlangsung hampir setahun terakhir.
Baca Juga:
Kepastian pelaksanaan
Kongres Persatuan didapat setelah tercapainya kesepakatan antara Ketua Umum PWI hasil
Kongres Bandung 2023, Hendry Ch Bangun, dan Ketua Umum hasil
Kongres Luar Biasa (KLB) Jakarta 2024, Zulmansyah Sekedang. Keduanya menandatangani nota kesepahaman yang kemudian dilanjutkan dengan pembentukan
Steering Committee (SC) dan
Organizing Committee (OC).
Namun, menurut Hendra J Kede, ST., SH., MH., GRCE—Wakil Ketua Bidang Organisasi
PWI Pusat, sejumlah pertanyaan krusial masih menggantung terkait legitimasi dan struktur hukum
Kongres Persatuan. Ia menyoroti bahwa istilah "
Kongres Persatuan" tidak dikenal dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI, sehingga memunculkan keraguan apakah forum ini setara dengan
Kongres reguler atau
Kongres Luar Biasa (KLB).
"Jika
Kongres Persatuan melahirkan kepengurusan baru dengan masa bakti 2025–2030, maka ia wajib memenuhi seluruh mandat sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan 14 PD PWI, termasuk menetapkan program kerja lima tahunan," tegas Hendra, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (8/6).
Lebih jauh, Hendra mengingatkan bahwa kegagalan SC menjawab isu-isu hukum ini dapat menggoyahkan legitimasi kepemimpinan hasil
Kongres, termasuk berdampak pada kerja sama eksternal, relasi internasional, serta kepercayaan publik terhadap PWI.
Evaluasi Sejarah Ketum PWI Era Reformasi
Dalam keterangannya, Hendra juga mengulas kepemimpinan para Ketua Umum PWI sejak era reformasi: Tarman Azzam, Margiono, Atal S. Depari, Hendry Ch Bangun, dan Zulmansyah Sekedang. Ia menyebutkan bahwa Tarman Azzam dan Margiono berhasil menjaga eksistensi dan nama baik PWI melalui kepemimpinan visioner, sinergis, dan aklamatif.
Sementara itu, dinamika kepengurusan mencuat sejak masa Atal S. Depari, terutama terkait perbedaan pandangan dengan Dewan Kehormatan (DK). Ketegangan berlanjut hingga periode Hendry Ch Bangun, yang terpilih sebagai Ketum di
Kongres Bandung 2023. Belum genap setahun, KLB digelar oleh kelompok tandingan yang dipimpin Sasongko Tedjo dan Zulmansyah Sekedang.
Kementerian Hukum dan HAM belum mengakui hasil KLB tersebut, dan tidak menerbitkan SK AHU perubahan kepengurusan. Akibatnya, PWI terbelah dalam dua kubu yang saling membekukan pengurus provinsi, mencabut KTA, hingga saling lapor ke aparat penegak hukum.
Kandidat Potensial dan Harapan Rekonsiliasi
Kongres Persatuan dipandang sebagai titik krusial: apakah akan menjadi ajang "pertarungan jilid III" antara Atal S. Depari dan Hendry Ch Bangun, atau justru melahirkan figur baru yang menjadi jembatan rekonsiliasi kedua belah pihak.
"Kandidat potensial bisa muncul dari luar dua kubu besar. Sosok itu idealnya punya jejaring luas, diterima publik, dan diakui kewartawanannya. Yang terpenting, ia mampu mengembalikan legitimasi moral dan etika PWI," ujar Hendra yang juga seorang Mediator bersertifikat ini
Ia menegaskan bahwa
Kongres ini tidak boleh semata-mata menyatukan struktur legal, tapi juga harus memulihkan rasa kebersamaan dan kepercayaan. "Jika PWI bisa bersatu kembali, maka kita tidak hanya menyelamatkan organisasi ini secara hukum, tapi juga memulihkan marwahnya sebagai rumah besar wartawan Indonesia."
Dengan lebih dari 20.000 wartawan kompeten tergabung di dalamnya, dari sekitar 30.000 wartawan kompeten seluruh Indonesia, PWI dinilai masih memegang peran sentral dalam menjaga integritas pers nasional sebagai pilar keempat demokrasi.
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani