Jakarta, MPOL -
Presiden Prabowo mendukung pembahasan
PPHN demikian anggota Badan Pengkajian MPR RI Firman Subagyo dalam
Baca Juga:
diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia dengan tema: "Pokok-Pokok Haluan Negara (
PPHN) Bentuk Hukum dan Subtansi" Rabu (30/7) di DPR/MPR RI Jakarta.
Menurutnya hanya saja bagaimana bentuk, kedudukan, dan payung hukumnya; apakah sebagai pengganti GBHN (Garis Garis Besar Haluan Negara), melalui amandemen konstitusi terbatas, dan atau dalam bentuk undang-undang. Hal itu karena MPR RI pasca reformasi 1998 tidak lagi mempunyai tugas untuk menetapkan TAP MPR RI.
"Kalau dilakukan amandemen UUD NRI 1945 banyak yang mencurigai akan ada pasal siluman, perpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode, kalau dengan UU nantinya UU itu bisa direvisi. Maka, payung hukum yang kuat adalah amandemen terbatas. Karenanya pimpinan MPR harus melakukan komunikasi politik dengan kekuatan politik yang ada di MPR, tokoh masyarakat, akademisi, mahasiswa dan lain-lain."
Ia menilai mengingat amandemen itu politik, maka dibutuhkan lobi politik dengan
Presiden Prabowo dan seluruh elemen masyarakat. "Mudah-mudahan Ketua MPR RI Ahmad Muzani segera melakukan lobi-lobi politik tersebut saat pidato kenegaraan sekaligus peringatan 80 tahun Kemerdekaan RI pada 18 Agustus mendatang, yang dihadiri
Presiden Prabowo di Gedung MPR RI."
Selama ini MPR RI sudah melakukan kajian-kajian konstitusi tersebut, namun hasilnya hanya sebagai rekomendasi. Sedangkan rekomendasi tidak mempunyai kekuatan hukum. Sehimgga tugas dan fungsi MPR RI saat ini adalah melantik dan memberhentikam
Presiden dan Wakil
Presiden, serta sosialisasikan 4 Pilar MPR RI (Pancasila, UU.NRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika).
Dengan demikian, setelah 25 tahun reformasi ini ada semacam kebutuhan kembali dengan hadirnya GBHN/
PPHN. Hal itu karena
PPHN akan menjamin kesinambungan dan keselarasan pembangunan antara pusat dan daerah, agar
Presiden dalam menjalankan tugasnya tetap berpedoman kepada konstitusi dan
PPHN. "Agar tidak kebablasan," tutur Firman Subagyo.
Sementara itu Margarito Kamis, menilai kita salah sejak awal karena menyerahkan mandat pembangunan negara ini kepada satu orang bernama
Presiden RI. Padahal bangsa ini menganut sistem gotong royong dan kebersamaan dalam membangun bangsa ini. "Kalau diserahkan kepada satu orang, maka yang terjadi adalah akan banyak oligarki yang mengangkangi proses pembangunan negara ini dengan berbagai kompromi politik yang menguntungkan oligarki tersebut. Sedangkan rakyat tetap hidup susah."
Untuk itulah diperlukan
PPHN, atau Pokok-Pokok Pembangunan Nasional. Mengapa? Karena konstitusi tidak lain kecuali ada garis besarnya dalam membangun negara ini. "Mengingat MPR sebagai cermin kolektifitas, maka MPR lah yang harus mempelopori terbentuknya
PPHN dimaksud, untuk memperkecil ruang
Presiden dalam mengendalikan pembangunan agar tetap on the track dalam konstitusi. Jadi, Pak Muzani harus segera mempelopori terbentuknya
PPHN itu," tegas Margarito.***
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani