Jumat, 01 Agustus 2025

Pentingnya Kolaborasi Lintas Pihak dan Teknologi Mengatasi Karhutla

Zainul Azhar - Kamis, 31 Juli 2025 19:38 WIB
Pentingnya Kolaborasi Lintas Pihak dan Teknologi Mengatasi Karhutla
Jakarta, MPOL - Pentingnya kolaborasi lintas pihak dan teknolohi mengatasi Karhutla (kebakaran Hutan dan lahan) khususnya di kawasan gunung demikian anggota Komisi IV DPR RI, Riyono, mengatakan dala diskusi Dialektikga Demokrasi "Mendorong Penguatan dan Pencegahan demi Menekankan Penyebaran Karhutla", Kamis (31/7) di DPR RI Jakarta.

Baca Juga:
Menurut pengalamannya saat meninjau langsung kondisi hutan di daerah pemilihannya, Jawa Timur. Ia mengapresiasi kerja keras kelompok masyarakat yang secara swadaya menjaga kawasan hutan, meski dengan peralatan yang sangat terbatas. "Mereka adalah pejuang hutan. Hidupnya separuh untuk menyelamatkan hutan karena ekonomi mereka juga bergantung pada kelestariannya," para relawan ini juga membantu patroli dan deteksi dini potensi kebakaran.

Namun Ia menyayangkan rendahnya alokasi anggaran untuk penanggulangan bencana, termasuk kebakaran hutan, yang menurutnya belum mencapai satu persen. Ia mendorong pemerintah untuk mengevaluasi strategi penanganan karhutla, mulai dari pendekatan patroli, penegakan hukum, hingga pengelolaan ekosistem gambut. "Apakah kita masih menggunakan pola lama atau perlu mengadopsi teknologi seperti negara-negara maju? Ini harus jadi perhatian."

Dalam kesempatan ini Ia mengusulkan pendekatan klaster dalam pengawasan hutan serta meningkatkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat lokal, dunia usaha, hingga LSM lingkungan. Menurutnya, upaya pencegahan akan lebih efektif jika dikawal bersama melalui pendidikan, sosialisasi, dan penghargaan terhadap penjaga hutan.

"Pertanyaannya sekarang, apakah kondisi hutan kita sudah masuk lampu kuning atau malah lampu merah? Ini sinyal penting untuk kita semua agar segera bertindak." Pentingnya hutan sebagai bagian dari ketahanan pangan nasional, bukan sekadar pelengkap. Oleh karena itu, peran strategis hutan harus dijaga melalui kebijakan yang konsisten dan dukungan anggaran yang memadai, tutur Riyono.

Sedangkan anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo mengatakan menyarankan, Indonesia perlu pembentukan lembaga khusus untuk menangani bencana tahunan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tahunan secara sistemik dan lintas sektoral. Firman menyarankan pembentukan lembaga khusus seperti IBAMA di Brasil untuk memperkuat penegakan hukum dan perlindungan lingkungan hidup secara terintegrasi.

"Kebakaran hutan itu sudah seperti Lebaran dan Tahun Baru. Selalu datang tiap tahun. Artinya, ini konsekuensi logis dari posisi Indonesia sebagai negara tropis dengan hutan yang luas." Pendekatan penanganan karhutla tak cukup hanya mengandalkan pemadaman. Pencegahan sejak awal melalui perencanaan terpadu dan edukasi kepada masyarakat desa perlu diutamakan.

Dana desa bisa dimanfaatkan untuk mendukung pengamanan hutan melalui skema perhutanan sosial. "Fungsi pengawasan harus diperkuat. Masyarakat perlu dilibatkan dan diedukasi. Selama ini, edukasi minim. Akibatnya, mereka mudah diprovokasi oleh pelaku usaha yang membuka lahan dengan cara ilegal, termasuk pembakaran."

Disamping itu Ia menyinggung lemahnya penegakan hukum dalam kasus karhutla. Aparat penegak hukum, bahkan personel kehutanan, sering kali ragu menindak pelaku karena adanya keterlibatan oknum berseragam baik sipil maupun militer hingga politisi daerah. Ketika saya kunjungan kerja ke lapangan, ada yang mengaku pelaku pembalakan liar disuruh oleh oknum berseragam. Ini problem struktural. Bagaimana mungkin polisi kehutanan berani bertindak kalau lawannya punya senjata dan kekuasaan politik?"

Serta mengkritik peran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), yang nilainya terlalu luas dan berat. "Banjir BNPB, kebakaran hutan BNPB, bahkan sawah kebanjiran pun BNPB. Tapi, mereka tidak punya cukup alat, SDM, dan anggaran." Sebagai solusi, dia¹ menawarkan pembentukan lembaga khusus seperti Instituto Brasileiro do Meio Ambiente e dos Recursos Naturais Renováveis (IBAMA) di Brasil. Lembaga itu dinilai berhasil karena memiliki kewenangan penuh, otoritas penegakan hukum, dan dukungan anggaran serta teknologi canggih seperti helikopter dan sistem pemantauan digital.

"Kalau kita punya lembaga seperti IBAMA, ini bisa menjadi KPK-nya lingkungan hidup. Bukan hanya kuat secara hukum, tapi juga tanggap dan memiliki otot untuk bergerak cepat." Ia pun menyayangkan minimnya anggaran untuk sektor kehutanan. Dimana alokasi anggaran tahunan masih di bawah Rp10 triliun, sementara tantangan yang dihadapi sangat besar.

"Kita ini negara pemilik hutan tropis nomor empat terbesar di dunia. Tapi peralatan semprotnya saja masih pakai mesin kecil. Helikopter pemadam kebakaran nyaris tidak ada. Bagaimana kita bisa respons cepat kalau semua serba terbatas?" tutur Firman Soebagyo.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Musa Rajekshah Apresiasi Prabowo Beri Amnesti untuk Hasto dan Abolisi untuk Tom Lembong
RUU Kepariwisataan Langkah Strategis Atasi Tantangan Sektor Pariwisata
Program MBKM-MAGANG : "Pengembangan Benih Hortikultura Unggul, Dalam Pemuliaan Tanaman di UPTD BIH Gedung Johor" Mahasiswa Program Studi Agroteknologi
BUMN Jalankan Peran Ganda, Dorong Pertumbuhan dan Layanan Publik
Pentingnya Mengembalikan Memori Kolektif  Terhadap Sejarah Bangsa Indonesia
Budidaya dan Pembibitan Anggur di Jagad Farm Binjai Utara Sebagai Pembelajaran Dasar Agronomi Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Unpad
komentar
beritaTerbaru