Jakarta, MPOL -
80 tahun kemerdekaan menyiapkan generasi Emas untuk abad kedua
Indonesia demikian Wakil Ketua Komisi X
DPR RI Lalu Hadrian Irfani mengatakan dalam Dialektika Demokrasi "HUT RI Menjadi Momem Semagat Persatua Membangun
Indonesia Emas 2025" Kamis (14/8) di
DPR RI Jakarta.
Baca Juga:
Menurutnya di usia ke-
80 tahun kemerdekaan,
Indonesia kini dituntut membarui sistem pendidikan. Negara tidak bisa hanya sekadar mencerdaskan, tapi juga harus memerdekakan anak bangsa dalam mengakses pendidikan.
"Pendidikan hari ini adalah penentu nasib bangsa dalam menapaki abad kedua kemerdekaan
Indonesia Emas 2045."
Kondisi pendidikan saat ini memperlihatkan sebuah ironi, yakni meski akses dasar sudah tinggi, kualitas dan kelanjutan pendidikan masih menyimpan jurang ketimpangan yang memprihatinkan. Berdasarkan data BPS per 2024, Angka Partisipasi Sekolah (APS) untuk jenjang SD (usia 7-12 tahun) mencapai lebih dari 99 persen, mencerminkan bahwa hampir seluruh anak di jenjang ini bersekolah.
Namun, APS menurun secara bertahap: jenjang SMP (13-15 tahun) masih tinggi, tetapi pada jenjang SMA (16-18 tahun), partisipasi menurun signifikan, berkisar antara 70-85 persen secara nasional. "Dan untuk kelompok usia 19-23 tahun, jenjang pendidikan tinggi, partisipasi kembali anjlok ke level 30-40 persen,"
Secara nasional rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas hanya mencapai 9,22 tahun atau setara dengan tamat SMP. Meskipun angka ini tumbuh secara perlahan, naik dari sekitar 9,13 tahun tahun sebelumnya, angka ini menyiratkan bahwa sebagian besar masyarakat tidak melanjutkan pendidikan hingga SMA (BPS, 2024).
Di sisi lain, Ketua DPW PKB Nusa Tenggara Barat (NTB) itu menyatakan statistik lebih lanjut menunjukkan ketimpangan provinsi yang mencolok. Salah satu contohnya, Papua Pegunungan yang hanya memiliki rata-rata lama sekolah sebesar 5,10 tahun, artinya banyak penduduknya belum tamat SD.
"Profil HDI juga menggambarkan Jakarta memimpin dengan harapan lama sekolah sekitar 11,49 tahun, sedangkan banyak provinsi di luar Jawa masih tertahan di angka di bawah 9 tahun." Untuk itu, Lalu menekankan pentingnya reformasi pendidikan yang menyertakan semua sektor. Terpenting, menyasar beberapa titik utama.
"Pertama, meningkatkan kontinuitas pendidikan hingga SMA dan keterlibatan di pendidikan tinggi, terutama di daerah tertinggal,melalui beasiswa, pengurangan biaya, dan peningkatan akses fisik maupun digital." Kemudian, mendorong kualitas kurikulum dan guru agar relevan dengan kebutuhan abad ke-21, literasi digital, karakter, berpikir kritis, serta kolaborasi. Ketiga, mengurangi disparitas antar-wilayah dengan program anggaran yang sensitif terhadap kebutuhan geografis dan memperkuat infrastruktur pendidikan di daerah terpencil.
Berikutnya, melibatkan komunitas lokal, baik orang tua, tokoh masyarakat, maupun pemuda dalam mengawal pendidikan agar anak-anak tetap bersekolah dan termotivasi. Dalam kesempatan ini Ia menekankan pendidikan sejati adalah pendidikan yang memerdekakan, yang tidak hanya menamatkan buku teks, tetapi membebaskan pikiran dari keterbatasan. Pendidikan adalah batu loncatan ke depan, bukan rantai yang mengikat.
Lalu menegaskan menyambut
80 tahun
Indonesia merdeka berarti memastikan seluruh anak
Indonesia, dari kota hingga desa, punya peluang yang setara untuk belajar, tumbuh, dan berkontribusi. "Jika kita gagal mengentaskan ketimpangan dan menyiapkan generasi yang benar-benar merdeka berpikir, maka bekal menuju
Indonesia Emas hanyalah retorika tanpa pijakan nyata. Mari jadikan pendidikan fondasi sejati bagi masa depan bangsa," tegasnya.***
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani