Selasa, 30 Desember 2025

Saatnya TAP MPR Jadi Perhatian Serius Pemerintah dan DPR

Zainul Azhar - Rabu, 17 September 2025 17:40 WIB
Saatnya TAP MPR Jadi Perhatian Serius Pemerintah dan DPR
Zainul
Jakarta, MPOL - Sat Tap MPR jadi perhatian serius pemerintah dan DPR demikian Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI (F.Gerindra) Martin Hutabarat mengatakan dalam Diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia "Evaluasi Keberadaan TAP MPR 1/2023 Tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS/MPR Tahun 1960 s/d 2022", Rabu (17/9) di DPR/MPR RI Jakarta.

Baca Juga:
Menurutnya TAP MPR Nomor I Tahun 2003 yang menjadi dasar hukum keberlakuan sejumlah ketetapan MPR, harus segera ditindaklanjuti agar tidak terus terabaikan. Ssebelum reformasi, MPR memiliki kedudukan sebagai lembaga tertinggi negara yang berwenang memilih presiden dan wakil presiden, serta menetapkan ketetapan yang mengatur kehidupan kenegaraan.

Namun, setelah reformasi, kedudukan MPR sejajar dengan lembaga negara lain, sementara kewenangan memilih presiden beralih langsung ke rakyat. "Dari 139 TAP MPR yang pernah dibuat sejak 1960, sebanyak 104 sudah dicabut. Sebagian lainnya masih berlaku hingga ada undang-undang yang menggantikannya. Masalahnya, banyak TAP MPR yang sampai sekarang belum ditindaklanjuti dalam bentuk undang-undang."

Ia mencontohkan, TAP MPR terkait etika kehidupan berbangsa dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) seharusnya dijadikan prioritas. Menurutnya, hilangnya nilai etika politik dan maraknya kasus korupsi menegaskan urgensi implementasi TAP MPR tersebut. Sejumlah undang-undang seperti tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang memang sudah hadir, tetapi masih parsial dan belum sepenuhnya menjawab amanat TAP MPR. "Ada tuntutan agar TAP MPR Nomor I Tahun 2003 benar-benar dilaksanakan. MPR bisa menyarankan kepada pemerintah dan DPR untuk menindaklanjuti ketetapan yang belum dijabarkan dalam undang-undang."

Untuk itu pemerintah dan DPR harus menjadikan isu TAP MPR sebagai agenda serius. "Kalau sudah ada undang-undang, TAP MPR otomatis tidak berlaku lagi. Tetapi jangan dibiarkan menggantung tanpa tindak lanjut. Ini momentum bagi kita memperkuat etika berbangsa dan pemberantasan KKN," tutur Martin.*

Sedangkan Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI, Taufik Basari, menekankan pentingnya meninjau kembali relevansi TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003 dalam konteks politik Indonesia saat ini. Ia mengingatkan bahwa ketetapan tersebut lahir dari semangat reformasi 1998 yang harus tetap menjadi pedoman penyelenggara negara.

"Kalau rakyat merasa amanahnya tidak dijalankan, berarti ada masalah. Masalah utama adalah soal etika berbangsa." Banyak TAP MPR yang masih relevan untuk dijadikan rujukan, terutama yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), rekomendasi kebijakan antikorupsi, serta etika kehidupan berbangsa. Tiga ketetapan ini, kata dia, seharusnya menjadi refleksi bagi para pemegang kekuasaan.

Taufik menyinggung gejala politik belakangan ini yang ditandai dengan meningkatnya kritik publik dan aksidemonstrasi. Kondisi tersebut, menurutnya, merupakan tanda bahwa aspirasi rakyat belum sepenuhnya terakomodasi. "Praktik oligarki tidak boleh dibiarkan. Kekuasaan harus dikembalikan ke rakyat sesuai konstitusi," tegas politisi dari Partai NasDem itu lagi.

Ia menjelaskan, TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003 lahir dari amanat perubahan UUD 1945 periode 1999–2002. Dalam TAP itu, MPR menetapkan daftar ketetapan yang masih berlaku, dicabut, atau berlaku sementara. Taufik menilai, sebagian TAP MPR masih relevan dan tidak boleh diabaikan hanya karena muncul undang-undang baru.

"Semangat reformasi 1998 harus tetap menjadi fondasi. Kita ingin negara yang demokratis, bukan kembali ke praktik otoriter atau sentralistik," ujar Taufik seraya mengajak seluruh elemen bangsa, baik penyelenggara negara maupun masyarakat, untuk menempatkan kembali etika, demokrasi, dan kedaulatan rakyat sebagai landasan utama kehidupan berbangsa dan bernegara, tutur Taufik Basari.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru