Selasa, 30 Desember 2025

Anggota Komisi V DPR PKS Desak Pemerintah Perkuat Mitigasi dan Kebijakan Bencana Nasional

Zainul Azhar - Selasa, 02 Desember 2025 17:51 WIB
Anggota Komisi V DPR PKS Desak Pemerintah Perkuat Mitigasi dan Kebijakan Bencana Nasional
Zainul
Forum diskusi Refleksi Akhir Tahun 2025 dengan tema "Refleksi Akhir Tahun : Membangun Solidaritas Bersama Ditengah Bencana", Selasa (2/12) di DPR RI Jakarta. 
Jakarta, MPOL - Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Yanuar Arif Wibowo, menilai pemerintah perlu melakukan pembenahan serius dalam kebijakan mitigasi bencana menyusul rentetan bencana alam yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, demikian

Baca Juga:
Dalam forum diskusi Refleksi Akhir Tahun 2025 dengan tema "Refleksi Akhir Tahun : Membangun Solidaritas Bersama Ditengah Bencana", Selasa (2/12) di DPR RI Jakarta.

Menurutnya kejadian bencana yang berulang harus menjadi alarm bagi pemerintah untuk memperkuat kesiapsiagaan, komunikasi publik, hingga evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola lingkungan.

Kondisi geografis Indonesia yang berada di wilayah rawan bencana semestinya dihadapi dengan instrumen mitigasi yang matang dan berkelanjutan.

"Indonesia ini hidup di atas potensi kebencanaan yang luar biasa. Maka perangkat mitigasi harus dipersiapkan sejak awal." Tidak seperti perang yang masih bisa diprediksi dan dipersiapkan, bencana alam dapat datang sewaktu-waktu sehingga pemerintah wajib mengantisipasi dengan kebijakan berbasis sains dan kesiapan.

Selama enam bulan intens berdiskusi dengan BMKG, ia melihat peta kebencanaan sebenarnya sudah tersedia, namun implementasinya sering tak sejalan dengan kebutuhan lapangan. Ia menyoroti situasi di Sumatera, yang kali ini dihantam bencana besar hingga menimbulkan korban jiwa dalam jumlah signifikan.

"Jangan kemudian para pejabat publik memberikan pernyataan yang memicu amarah. Masa iya ratusan warga meninggal dianggap biasa saja? Empati itu penting.

Sejumlah pernyataan pejabat yang menurutnya tidak mencerminkan kepekaan terhadap situasi korban. Hal itu, kata dia, dapat memicu kemarahan masyarakat yang tengah berduka dan berjuang memulihkan diri.

Ia mencontohkan pengalamannya meninjau lokasi longsor di Majenang, di mana mitigasi sebenarnya sudah dilakukan sejak dua minggu sebelum kejadian. Namun skala longsor yang terjadi jauh lebih besar dari estimasi, sehingga banyak warga yang tetap menjadi korban. "Longsor itu bergerak sampai dua kilometer dengan ketebalan lumpur tujuh meter di titik paling ujung. Banyak korban di rentang 500—1.500 meter yang tidak tersentuh.:

Untuk itu Ia mendorong pemerintah berani melakukan investasi besar untuk mitigasi, termasuk kesiapan alat, teknologi monitoring, hingga penguatan kapasitas pemerintah daerah. Menurutnya, keterbatasan anggaran daerah sering membuat penanganan bencana tak optimal.

"Makanya beberapa kepala daerah berteriak agar ini ditetapkan sebagai bencana nasional. Supaya resolusi nasional bisa dibawa, rehabilitasi bisa cepat dilakukan.

Selain faktor teknis, pejabat publik juga harus menghadirkan komunikasi yang menenangkan masyarakat, terutama relawan dan korban yang sedang berjuang.

"Yang dibutuhkan itu kesejukan, bukan pernyataan yang mendiskon apa yang terjadi di lapangan. Jangan sampai mereka merasa tidak dianggap."

Dengan menyerukan refleksi nasional atas rangkaian bencana yang kerap terjadi menjelang akhir tahun. Serta berharap pemerintah pusat dapat memberikan perhatian lebih, apa pun status bencana yang ditetapkan, agar percepatan pemulihan di daerah terdampak bisa segera dilakukan, tutur Yanuar Arif Wibowo. (ZAR)

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru