Rabu, 06 Agustus 2025

Demokrasi dalam Ancaman: Mengatasi Krisis dan Menjaga Kepercayaan Publik

Penulis: Karfika Suci Ramadani (0306213208), Mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
Marini Rizka Handayani - Jumat, 05 Januari 2024 08:53 WIB
Demokrasi dalam Ancaman: Mengatasi Krisis dan Menjaga Kepercayaan Publik
Negara yang otoriter lazimnya memiliki karakteristik: Kepemimpinan yang sewenang-wenang; Pemilu tak lebih sekadar hajatan politik yang pemenangnya sudah ditentukan, tentu dengan menggunakan beragam modus kecurangan; Legislatif hanya menjadi stempel atas kebijakan penguasa; Lembaga negara, seperti badan intelijen, dengan data-data yang dimilikinya, dijadikan sebagai instrumen untuk mengancam lawan-lawan politik atau siapapun yang mencoba membangkang kemauan politik penguasa; Kuantitas dan atau gerak partai politik dikendalikan dan dibatasi sedemikian rupa; Pembuatan kebijakan dilakukan tanpa melibatkan masyarakat banyak; Anti atau sulit menerima kritikan atau masukan. Siapapun yang mencoba bersikap kritis dihadapi dengan tuduhan sebagai merongrong negara, melawan ideologi negara, dan radikal; Memaksakan kepatuhan yang bersifat mutlak kepada siapapun.

Baca Juga:
Hal ini menyebabkan positioning partai-partai politik atau bahkan ormas keagamaan sekalipun dibikin serba salah dan kesulitan dalam menjalin relasi dengan rezim otoriter.

Sejak Indonesia merdeka, karakteristik di atas lebih sering hadir dalam jagat politik Indonesia. Dimulai pada era Orde Lama, tepatnya sejak Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai dengan 1967. Kemudian berlanjut selama Orde Baru berkuasa 1967-1998. Di era Orde Lama, suasana kehidupan politik yang demokratis praktis hanya dirasakan pada periode Demokrasi Parlementer.

Sementara di era Orde Baru hanya dirasakan satu hingga dua tahun selepas Soeharto berkuasa. Selebihnya, tepatnya ketika Soeharto mulai ingkar janji untuk menyelenggarakan pemilu yang seharusnya dilaksanakan tahun 1968 (baru dilaksanakan 1971) sampai 1998, politik berjalan secara otoriter. Praktis selama kurang lebih 38 tahun Indonesia hidup dalam genggaman rezim otoriter.

Demokrasi adalah fondasi utama dalam kehidupan masyarakat modern. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, demokrasi dihadapkan pada berbagai ancaman yang mengahancurkan kepercayaan publik dan mengancam stabilitas politik. Krisis ekonomi, retorika politik yang memecah belah, dan serangan terhadap kebebasan bermedia andil dalam membuat demokrasi kita rapuh.

Akan tetapi, dalam situasi yang penuh tantangan ini, kita harus mencari solusi untuk mengatasi krisis dan menjaga kepercayaan publik terhadap demokrasi.

Peran partai politik telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem perpolitikan nasional, terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dinamis dan sedang berubah. Jika kapasitas dan kinerja partai politik dapat ditingkatkan, maka hal ini akan berpengaruh besar terhadap peningkatan kualitas demokrasi dan kinerja sistem politik.

Oleh karena itu, peran partai politik perlu ditingkatkan kapasitas, kualitas, dan kinerjanya agar dapat mewujudkan aspirasi dan kehendak rakyat dan meningkatkan kualitas demokrasi. Salah satu langkah penting dalam mengatasi krisis demokrasi adalah dengan memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan.

Informasi yang jelas dan terbuka mengenai kebijakan publik, proses pengambilan keputusan, dan penggunaan dana publik akan membantu membangun kepercayaan publik yang kuat. Selain itu, penerapan mekanisme pengawasan yang efektif, seperti lembaga anti-korupsi yang independen dan media yang bebas, juga diperlukan agar warga negara dapat memastikan bahwa kepentingan mereka diwakili dengan baik oleh para pemimpinnya.

Selain itu, partisipasi publik yang aktif juga menjadi kunci penting dalam menjaga demokrasi. Pembangunan masyarakat sipil yang kuat, yang melibatkan organisasi non-pemerintah, kelompok advokasi, dan individu yang peduli, dapat membantu memperkuat demokrasi dengan memberikan suara pada isu-isu penting dan memastikan kepentingan warga negara diwakili dengan baik.

Pemerintah juga perlu memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam pengambilan keputusan demi menciptakan kebijakan yang inklusif dan berkeadilan.

Terkadang, demokrasi juga dihadapkan pada ancaman dari kelompok ekstremis dan intoleransi. Untuk melawan hal ini, pendidikan yang mempromosikan nilai-nilai demokrasi, penghargaan terhadap hak asasi manusia, serta kerja sama antar-etnis dan agama menjadi sangat penting.

Dengan memperkuat pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keragaman dan toleransi, kita dapat membangun fondasi yang kokoh untuk demokrasi yang berkelanjutan.

Untuk mewujudkan demokrasi yang sehat dan menangkal ancaman yang terus tumbuh, diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, masyarakat sipil, dan semua elemen masyarakat.

Hanya dengan bekerja bersama, kita dapat mengatasi krisis dan menjaga kepercayaan publik pada demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang mampu memberikan keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Ancaman krisis ekonomi merupakan salah satu ancaman utama terhadap demokrasi adalah krisis ekonomi. Pertumbuhan yang lambat, tingkat pengangguran yang tinggi, dan ketimpangan ekonomi yang semakin besar memicu ketidakpuasan dan ketidakpercayaan dalam sistem politik.

Dalam menghadapi krisis ini, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat, memastikan adilnya redistribusi kekayaan, dan meningkatkan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Namun pertanyaan perihal situasi negara kita yang apakah tengah menghadapi atau mengalami krisis ini yang menurutnya penting dicermati. Cara mengenali situasi resesi ekonomi bisa diketahui dari kehidupan sehari-hari yang terjadi di lingkungan kita. Resesi ditandai dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, penurunan daya beli masyarakat, dan kelangkaan komoditas barang dan jasa.

Kalau situasi tersebut terjadi secara akumulatif maka negara sedang mengalami resesi ekonomi. Sebaliknya, bila sirkulasi kegiatan ekonomi masih berjalan secara stabil dan dapat dikendalikan, perekonomian negara masih tergolong aman dari resesi.

Retorika politik yang memecah belah juga merupakan ancaman serius bagi demokrasi. Sikap yang sentiment kebencian, intoleransi, dan diskriminasi rasial atau agama telah menggoyahkan solidaritas sosial dan memperkuat divisi dalam masyarakat.

Untuk mengatasi hal ini, perlu ada upaya untuk mempromosikan dialog, mengedukasi masyarakat tentang pentingnya toleransi, dan mendukung kebijakan yang memperkuat bangsa.
Serangan bebas bermedia menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam demokrasi.

Kebebasan bermedia adalah pilar penting bagi demokrasi yang sehat. Namun, serangan terhadap kebebasan pers, termasuk penekanan, penahanan, dan pembunuhan terhadap wartawan, telah menjadi masalah yang serius.

Oleh karena itu, untuk menjaga kepercayaan publik dalam demokrasi, perlindungan terhadap kebebasan bermedia perlu menjadi prioritas. Pemerintah harus melindungi jurnalis dan mempromosikan transparansi dan akuntabilitas dalam penyediaan informasi publik.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kepercayaan publik adalah dengan meningkatkan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan politik. Pemerintah harus lebuh terbuka dan melibatkan warga dalam proses pengambilan keputusan. Mendorong partisipasi melalui perundingan publik, mekanisme konsultasi, dan peningkatan akses informasi dapat memperkuat legitimasi demokrasi dan membangun kepercayaan publik.

Adapun dengan memberdayakan pendidikan adalah cara untuk mengatasi krisis dari kepercayaan publik. Karena, pendidikan memainkan peran penting dalam mengatasi krisis dan menjaga kepercayaan publik dalam demokrasi. Dengan meningkatkan kualitas pendidikan, masyarakat dapat dimatangkan secara intelektual dan kritis, memahami pentingnya nilai-nilai demokrasi dan melawan manipulasi politik yang berpotensi merusak kepercayaan publik.

Penguatan intuisi demokrasi untuk menjaga demokrasi dari berbagai ancaman. Sistem demokrasi bergantung pada intuisi yang kuat dan idependen. Penguatan Lembaga kehakiman, badan pengawas yang efektif, dan sistem penegakkan hukum yang transparan adalah Langkah yang penting dalam menjaga kepercayaan publikterhadap demokrasi. Pemerintah perlu berkomitmen untuk meningkatkan integritas dan akuntabilitas intuisi-intuisi ini.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa demokrasi dalam ancaman memerlukan kolaboratif dan terus-menerus untuk mengatasi krisi dan menjaga kepercayaan publik. Dalam menghadapi tantangan seperti krisis ekonomi, retorika politik yang memecah-belah, dan serangan terhadap kebebasan bermedia, oleh karena itu kita harus memperkuat partisipasi publik, meningkatkan pendidikan, dan memperkuat intuisi demokrasi. Hanya dengan upaya bersama, kita dapat membangun demokrasi yang kuat, inklusif, dan mampu menjaga kepercayaan publik.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Indibiz Dukung UMN Al Washliyah Medan Wujudkan Kampus Digital dengan Internet Cepat dan Andal
Gunakan Sistem Seleksi Elektronik, 3.289 Calon Mahasiswa Ikut UM- PTKIN- UINSU 2025
Bupati Langkat Syah Afandin Raih Penghargaan Komunikasi Publik Terbaik dari Mahasiswa S3 UINSU
10 Guru Besar UINSU Dikukuhkan, Almh Prof Hafsah Rangkuti Diwakili Keluarga
UINSU Kejar Pengakuan Internasional
UINSU Medan Buka Pendaftaran Mahasiswa Baru Tahun 2025, Total Kuota 6.790 Kursi!
komentar
beritaTerbaru