Rabu, 12 November 2025

Masyarakat Desa Marindal I Lawan Mafia Peradilan dan Eksekusi Lahan oleh PN Lubuk Pakam

Josmarlin Tambunan - Rabu, 12 November 2025 20:04 WIB
Masyarakat Desa Marindal I Lawan Mafia Peradilan dan  Eksekusi Lahan oleh PN Lubuk Pakam
Masyarakat Dusun I Pasar 7, Desa Marindal I, Kec Patumbak demo tolak Eksekusi Lahan oleh PN Lubuk Pakam, Rabu (12/11).(foto jos Tambunan)
Medan, MPOL: Ratusan masyarakat Dusun I Pasar 7, Desa Marindal I, Kec Patumbak menolak keras upaya PN Lubuk Pakam yang hendak melakukan eksekusi lahan 3 hektar yang telah dihuni puluhan masyarakat, Rabu (12/11).

Baca Juga:
Warga terpaksa memblokir Jalan Mekatani Gang Kedondong menuju lokasi sebagai bentuk perlawanan atas sewenang-wenang, yang diduga dibonceng mafia tanah.

Masno, Trantip Desa Marindal I mewakili warga menegaskan pihaknya akan mempertahankan lahan ini sampai titik darah penghabisan.

"Warga sudah lama menduduki lahan ini termasuk fasilitas umum (Fasum) didalamnya. Warga memiliki alas hak untuk menguasai pertapakan yang mereka tempati namun tiba-tiba ada warga yang mengaku sebagai pemilik tanah," tegas Wasno.

Yang lucunya, kata Wasno, warga tidak tahu siapa orangnya yang mengaku sebagai pemilik lahan."Yang mengaku pemilik lahan tidak pernah datang ke tempat ini, siapa namanya dan bagaimana ciri-cirinya kami tidak tahu. Yang kami tahu katanya dia warga turunan Tionghoa yang berdomisili di Pekan Baru," sebutnya.


Masno, Trantip Desa Marindal I, Kec Patumbak didampingi Ketua Kelompok Tani Berjuang Murni Marindal I Taomindoana Br Simamora dan warga memberikan keterangan kepada wartawan saat berlangsungnya aksi demo tolak eksekusi PN Lubuk Pakam, Rabu (12/11).(foso.jos Tambunan)

Aparat pemerintah dari Desa Marindal I itu menjelaskan, dari perwakilan warga pernah melakukan penyelidikan siapa yang mengkalim lahan ini. Kemudian mereka bertemu dengan seorang wanita tua di Pekan Baru yang tinggal dirumah sangat sederhana mengaku bernama Suryanti, turunan Tionghoa.

"Suriyanti digugat anak kandungnya atas lahan ini. Ibu dan anak itu satu rumah. Kami melihat dari kondisi mereka tidak logika mereka bisa melakukan gugatan ke pengadilan jika tidak ada mafia tanah dibelakang mereka," terang Masno.

Dia mengatakan, Suryanti mengaku memiliki alas hak tahun 1979, sementara pada tahun itu lahan ini masih milik PTPN II yang ditanami coklat. Kemudian, seiring perkembangan situasi, lahan ini menjadi eks HGU lalu diduduki masyarakat. "Yang menjadi pertanyaan, mungkinkan tahun 1979 lahan milik pemerintah (PTPN II) bisa diperjual belikan. Ini kan aneh", terangnya.

Oleh karena itulah, Masno menegaskan, pihaknya menolak keras eksekusi yang dilakukan PN Lubuk Pakam . "Seharusnya Pengadilan Negeri hadir sebagai panglima tapi hari ini pengadilan sebagai pengecut untuk membantu mafia-mafia tanah yang sengaja merusak tatanan kehidupan masyarakat disini," terangnya.

Kami berharap agar pemerintah dan aparat hukum meneliti ulang putusan PN Lubuk Pakam karena disini banyak masyarakat yang memiliki alas hak berupa SKT dan bukti pembayaran pajak.

"Upaya eksekusi sudah ketiga kali ini namun warga tetap melakukan perlawanan dan akhirnya gagal," pungkasnya.

Akan halnya dengan seorang warga yang sudah lama berdomisili dilokasi, Sabrina Hag. Dia mengatakan, suryani itu ibu dari Darmoni, jadi Darmoni menggugat ibunya. Tapi sampai sekarang kami tidak kenal mereka. Jadi kami tidak tahu siapa yang menggugat. Kami hanya tahu pengacara dan pengadilan yang memihak mafia. Pengadilan tidak mau menerima saksi bahkan bukti kepemilikan. Bahkan, PTPN sudah mengatakan ini tanah negara namun tetap juga pengadilan tidak menerima.

"PTPN masih melakukan banding namun kenapa pengadilan berani mengeksekusi. Pengadilan itu dimana sekarang. Kita sampai darah penghabisan akan tetap mempertahankan tanah ini," kata Sabrina Hag.

Ketua Kelompok Tani Berjuang Murni Marindal I Taomindoana Br Simamora mengatakan, sejak tahun 2000 an lahan ini sudah dikuasai oleh masyarakat setelah HGU tidak lagi diperpanjang oleh PTPN.II.

Namun yang menjadi permasalahan dan yang selalu dihadapkan kepada masyarakat adalah mafia tanah yang beralaskan putusan PN Lubuk Pakam.

Sementara kita ketahui eks HGU PTPN II diatas 5.873,6 hektar yang ada di kota Medan selalu dihadapkan kepada masyarakat. Kita masyarakat sudah tau bahwa Tanah ini milik negara yang tidak bisa disengketakan. Kita bisa berdiri disini karena kita adalah warga negara. Masyarakat disini hanya ingin tempat yang layak namun kenapa masyarakat kecil yang selalu ditindas sementara banyak mafia-mafia besar yang telah membangun perumahan elit diatas eks HGU PTPN II dan dibuat aset pribadi tidak digubris.

"Kami mohonlah pak presiden, menteri, kami mau digusur. Kami tau ini bekas eks HGU PTPN II yang kini PTPN Regional I, tolonglah pak sertifikatkan tanah kami yang hanya setapak rumah. Kami bukan mafia pak, janganlah kami selalu diperhadapkan dengan mafia tanah, mafia peradilan," serunya.

"Apabila pemerintah membuat bayaran kami siap asalkan tidak memberatkan. Kami tidak mau hanya duduk disini, bilamana ada kewajiban dibuat pemerintah kami siap. Tolonglah pak kami sudah tua-tua disini, janganlah kami selalu ditakut-takuti, kami siap membayar tapi jangan diperhadapkan kami dengan mafia tanah," pungkasnya.(jos)

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Josmarlin Tambunan
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru