Deli Serdang, MPOL -Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU) Dr. Fernanda Putra Adela S.Sos, MA mengatakan bahwa Bupati Deliserdang Asri Ludin Tambunan saat ini melakukan pendekatan otoritatif terhadap lembaga legislatif.
Baca Juga:
Sedangkan Dr. Fernanda menyebut Pimpinan DPRD Deliserdang telah menjalankan mekanisme penjadwalan pembahasan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan Perubahan Kebijakan Umum Anggaran serta Perubahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Anggaran Perubahan Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Tahun Anggaran (TA) 2025 sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Kalau secara prosedur, secara pribadi, apa yang dilakukan Pimpinan DPRD sudah tepat. Bupati harusnya paham dengan mekanisme untuk membahas LKPD dan KUA-PPAS P-APBD, " kata Dr. Fernanda, kepada wartawan Minggu (29/6).
Dr. Fernanda yang dimintai tanggapannya adanya upaya pengiringan opini yang dilakukan lewat rilis pemberitaan dan juga lewat Media Sosial (Medsos) Pemkab Deliserdang.
Dalam rilis yang dikirim email Pemkab Deliserdang itu dengan judul KUA-PPAS Perubahan 2025 Tak Dibahas dan Program BPJS PBI Terkendala. Masyarakat Rugi, Hak Orang Miskin Hilang.
Untuk diketahui sebelum rilis itu beredar, sidang paripurna DPRD Deliserdang yang mengagendakan dua rapat, dihujani interupsi, Senin (23/6)lalu, berujung Wakil Ketua DPRD Agustiawan Saragih SH (PDI-P) melakukan aksi walk out (keluar) usai menutup dua sidang Paripurna yang sudah terjadwal dan sidang lanjutan yang belum terjadwal diambil alih sejumlah anggota DPRD Deliserdang.
Aksi walk out itu dengan meninggalkan Bupati Deliserdang Asri Ludin Tambunan dilakukan karena diduga terus 'dipaksa' sebanyak kurang lebih 35 Anggota DPRD untuk menjadwalkan pembahasan LKPD dan KUA-PPAS P-APBD.
Padahal rapat tersebut agendanya adalah penjelasan Bupati Deliserdang tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan penyampaian laporan pertanggungjawaban hasil kinerja seluruh Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dan penyusunan program kerja DPRD tahun 2026.
Bupati Deliserdang Ludin saat kericuhan terjadi sempat menyampaikan bahasa yang diduga provokatif. Diatas mimbar sidang paripurna yang tempat itu sakral dan terhormat dimana bila ingin memakai atau menggunakan tempat itu dengan terlebih dahulu arahan dari Pimpinan DPRD.
"Terimakasih kepada seluruh rekan-rekan anggota DPRD Deliserdang yang betul-betul berjuang untuk masyarakat Deliserdang. Inilah yang saya maksudkan satu perubahan besar yang harus kita laksanakan di Kabupaten Deliserdang. Perubahan-perubahan yang mendasar dan mendukung kepada seluruh kebutuhan masyarakat Kabupaten Deliserdang," kata Bupati Ludin.
Bupati Ludin menganggap apa yang dilakukannya dan 35 dewan sudah benar, walaupun tidak melalui mekanisme dan peraturan yang ada. Ludin "berlindung" dengan mengatas namakan demi kepentingan masyarakat dengan diduga tidak sesuai ketentuan yang ada untuk penjadwalan LKPD dan KUA-PPAS.
Sebagaimana diketahui untuk melakukan penjadwalan pembahasan LKPD dan KUA-PPAS tidak boleh langsung diparipurnakan harus melalui tahapan-tahapan sesuai dengan Peraturan DPRD Deliserdang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Peraturan DPRD Kabupaten Deliserdang Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Tata Tertib DPRD Deliserdang.
Dimana Ketua DPRD Deliserdang Zakky Shahri setelah menerima dokumen KUA-PPAS P-APBD Deliserdang tahun 2025 dari Pemkab Deliserdang terlebih dahulu melakukan pembahasan dan menggelar Rapat Pimpinan (Rapim).
Selanjutnya dipelajari dengan adanya temuan perbedaan
Ketua DPRD Deliserdang Zakky Shahri mengembalikan dokumen KUA-PPAS P-APBD Deliserdang tahun 2025 yang diajukan Pemkab Deliserdang sesuai Surat Ketua DPRD Kabupaten Deli Serdang No.900.1.3/2583 tanggal 23 Juni 2025.
"Pengembalian itu dilakukan belum sesuai dalam pengalokasian anggaran Perubahan APBD Tahun 2025, dengan terjadinya perbedaan data pagu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) murni ditandatangani dengan pagu OPD Perda murni 2025," poin surat yang ditandatangani Zakky Shahri.
Dr. Fernanda juga dimintai tanggapannya soal itu menyebut konflik tersebut dapat mencerminkan pertarungan eksekutif dan legislatif. "Konflik ini mencerminkan pertarungan politik antara eksekutif dan legislatif di Deliserdang, dengan anggaran sebagai alat kekuasaan," katanya.
Dr. Fernanda merepresentasikan (perbuatan) Bupati Deliserdang Asri Ludin menggunakan pendekatan otoritatif. Dimana dalam politik, "otoritatif" merujuk pada kewenangan atau kekuasaan yang sah dan diakui untuk membuat keputusan yang mengikat dan memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.
"Saya melihat ada indikasi Bupati Deliserdang menggunakan pendekatan otoritatif, apalagi dengan mengkaitkan pelaksanaan program BPJS PBI, yang harusnya kan anggaran untuk program ini sudah dialokasikan di APBD murni," katanya.
"Bupati pada akhirnya terkesan memaksakan proses anggaran, ini kan jadi tanya tanya kita?. Ikutin aja mekanisme yang ada, karena saya pikir itu adalah bagian dari fungsi pengawasan dan fungsi budgetingnya DPRD," tambahnya.
Walaupun Dr. Fernanda mengapresiasi DPRD Deliserdang yang telah menjalankan dari dari fungsi pengawasan dan fungsi budgetingnya. Tapi dia menyarankan agar DPRD Deliserdang dan Pemkab Deliserdang menjalin komunikasi dan jangan saling mempreming negatif antar lembaga.
"Poinnya menurut saya, Bupati dan DPRD harus berkomunikasi lagi lah. Jangan sampai gilirannya nanti eksekutif-legislatif Deliserdang terus di dalam pusaran konflik ini, yang rugi pasti masyarakat juga. Jangan saling meframing negatif antar lembaga, karena bakal semakin memperkeruh suasana. Laksanakan saja prosedur yang sudah ada. Jika tidak diselesaikan, konflik ini bisa berujung pada deadlock kebijakan atau bahkan intervensi Pemerintah Pusat," tutupnya.**
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News