Binjai, MPOL -
Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai, Sumatera Utara, membeberkan alasan mengapa penetapan tersangka pada dugaan korupsi Dana Bagi Hasil (DBH) sawit lebih cepat dibandingkan penyidikan pada dugaan korupsi Dana Insentif Fiskal (DIF).
Baca Juga:
Perlu diketahui, penyidikan dugaan korupsi Dana Insentif Fiskal (DIF) berjumlah Rp 20,8 miliar yang diperoleh Pemerintah Kota (Pemko) Binjai tahun 2024, hingga sampai saat ini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
Berbanding terbalik dengan dugaan korupsi DBH sawit berjumlah Rp 14,9 miliar, yang saat ini sudah ada 3 orang tersangka yang ditahan oleh Kejari Binjai.
Mulanya dugaan korupsi dana insentif fiskal terlebih dahulu bergeming di Kota Binjai dibadingkan dugaan korupsi DBH sawit.
Bahkan kenaikan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan, terlebih dahulu dilakukan penyidik Kejari Binjai pada dugaan korupsi dana insentif fiskal.
Namun pada kenyataannnya Kejari Binjai belum juga menetapkan tersangka pada dugaan korupsi dana insentif fiskal hingga saat ini.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Binjai, Iwan Setiawan belum lama ini menjelaskan perbedaan penanganan kedua kasus itu.
"Pelaksanaan penyidikan DBH terus terang ini merupakan kejahatan konvensional. Pengadaan barang dan jasa, dan sudah biasa kami laksanakan," ujar Iwan.
"Kita sudah tau clue-cluenya atau petunjuk-petunjuknya begitu. Sehingga ini buat kami bisa memahami dibandingkan kasus Dana Insentif Fiskal (DIF), yang lebih luas dan lebih besar juga, serta lebih complicated (sulit)," sambungnya.
Hal tersebut menimbulkan pertanyaan di publik, mengapa persoalan kasus DBH sawit bisa begitu cepat, sementara kasus Dana Insentif Fiskal (DIF) justru seperti jalan di tempat.
Menurut Pengamat Sosial dari Lingkar Wajah Kemanusiaan (Lawan) Institute Sumut, Abdul Rahim Daulay kepada wartawan, apakah karena ada perbedaan dalam kekuatan 'beking' atau ada faktor lain yang membuat penanganan Dana Insentif Fiskal sehingga lambat?
"Permasalah tersebut penting untuk ditindaklanjuti supaya tidak kecurigaan liar di tengah masyarakat. Lawan Institute menilai dugaan ketakseimbangan dalam penanganan kasus korupsi di daerah, khususnya di Kota Binjai. Kita melihat Kasus Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit begitu cepat diproses hingga menetapkan tersangka," ucap Rahim.
"KIta berharap Jaksa Agung menurunkan tim ke Kota Binjai dalam menyelesaikan kasus ini. Jika penyidik tidak paham atau sulit dengan penyidikan DIF maka dapat dipanggil ahli atau minta aja bantuan ke Kejati Sumut dan Kejagung," tambahnya.
Lanjut Rahim, sampai saat ini publik masih menanti kasus DIF yang ditangani Kejari Binjai.
Jika ada tersangkanya, Rahim menjelaskan, maka publik pasti mendukung Kejari Binjai dalam mengungkap kasus dana insentif fiskal.
"Intinya jangan pernah takut dalam menindak korupsi walaupun di belakang terduga pelaku ada 'beking'," kata Rahim.
Kemudian Rahim mengatakan, masyarakat juga mempertanyakan penegakan hukum dan komitmen pemberantasan korupsi. Jangan sampai muncul pandangan publik bahwa ada dugaan 'tebang' pilih dalam proses penyidikan.
"Sudah seharusnya APH termasuk Kejaksaan menunjukkan keseriusan dan keberanian yang sama dalam mengungkap semua kasus, tanpa pandang bulu atau takut dengan 'beking'," ujar Rahim.
Lawan Institute mendesak Kejari Binjai untuk bertindak transparan, akuntabel dan profesional.
Pria yang berprofesi sebagai dosen ini juga menegaskan, jika ada indikasi kuat dugaan korupsi dalam pengelolaan dana insentif fiskal di Binjai, maka proses hukum harus berjalan sebagaimana mestinya.
"Kita harus mendukung terhadap pemerintahan Presiden Prabowo melalui kerja nyata dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi yang menyangkut hajat hidup rakyat. Keadilan sosial harus ditegakan, keberpihakan harus menjadi roh dalam setiap tindakan hukum," ujar Rahim.
Pihak Kejari Binjai memberikan jawaban ketika di kofirmasi wartawan yang dijelaskan Kasi Intel Noprianto Sihombing, bahwa kasus Dana Fiskal ini "on progress bang, pendalaman dengan instansi lain" ujarnya.
Sedangkan Direktur Eksekutif LSM P3HSU (Peduli Politik Pemerintahan dan hukum Sumatera Utara M.Jespen Pardede dengan nada tegas meminta Kejari Binjai dalam kasus Dana
DBH Sawit mengunakan hukum formil ( yaitu juga meminta keterangan atasan Plt Kadis PUTR yang dijadikan tersangka, karena diduga atasannya yang memerintahkan perobahan anggaran yang tidak tepat sasaran, disinilah celah hukum formil digunakan bukan hukum materialnya (Program) agar atasannya bertanggung jawab dengan kejadian ini papar Jaspen.
Menurut Ketua LSM LPPA RI (Lembaga Pembangunan dan Aset Sejahtera RI Kota Binjai Zul Gayo ,masalah kasus Tipikor ini jangan sampai di Kadis PUTR saja tapi pihwl Aparat Penegak Hukum agar kiranya jangan hanya mengarahkan pemeriksaan materil akan tetap pemeriksaan formil hendaknya juga dilakukan, Jadi Walikota jangan terkesan lepas tangan dan buang badan.(tim)
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Baringin MH Pulungan