Jakarta, MPOL-Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) Sumatera Utara (Sumut) mengatakan tidak setuju dibuat UU Perampasan Aset memiskinkan koruptor dan hukuman mati koruptor karena hal itu sangat berlebihan.
Baca Juga:
"Kami tidak setuju dibuat UU Perampasan Aset memiskinkan koruptor dan hukuman mati koruptor, karena hal itu sangat berlebihan", kata Kordinator Wilayah (Korwil)
PMPHI Sumut, Drs
Gandi Parapat di Jakarta, Minggu (7/9/2025).
Menurut
Gandi Parapat, kalaupun ada negara yang menghukum mati koruptor hal itu tidak perlu ditiru dan Indonesia jangan ikut-ikutan.
Korwil
PMPHI Sumut itu menyebut, UU yang berlaku saat ini kalau dilaksanakan, itu sangat bagus dan pasti keutuhan NKRI terjamin.
"Yang sangat menyedikan orang-orang yang sangat dekat dengan raja atau raja, tidak berlaku hukum seperti bagi Silfester yang dari 2019 MA sudah memvonis Silfester tapi dia seperti raja berkoar koar, putusan Jaksa MA tidak berlaku", ujarnya.
" Jadi untuk apa menambah UU, Koruptor , itukan orang dekat raja, sedangkan diadili pun mereka tidak bisa, apalagi menyangkut nama raja ataupun keluarga raja. Jadi tidak perlu bercita cita miskinkan koruptor", pungkasnya.
Dikatakan, aparat hukum kalau memeriksa seseorang sudah lebih dulu melihat apakah raja atau keluarga raja terkait dalam masalah yang sedang diperiksa. Aparat menghindari agar jangan sampai memeriksa raja atau keluarganya sudah tau cara melindunginya.
Terkait anggota DPR yang salah bicara,
PMPHI Sumut memakluminya dan mungkin mereka terpaksa agar mereka bisa bebas bersuara atau membela kepentingan rakyat.
Karena koalisi partai dengan pemerintah ibarat membuat patung atau tidak berdaya anggota DPR, karena mereka tidak bisa bersuara sesuai kata hatinya dan kata masyarakat luas.
"Mereka sangat takut ke ketua umum atau partainya sehingga mereka bertindak tidak normal seperti orang mabuk berjoget bersama, jalan-jala menghabiskan uang negara.
Atas hal tidak ada guna DPR, masyarakat luas melampiaskan emosi agar DPR dibubarkan dan berjuang hidup atau mati melalui unjukrasa.
Apa yang dilakukan masyarakat di Jakarta maupun beberapa daerah itu seperti keputus asaan.
Jadi keputusasaan tersebut harus segera diatasi pemerintah atau Presiden, agar jangan terulang lagi.
PMPHI Sumut pun menilauli Presiden sekarang dibantu oleh orang-orang yang tidak berbobot ataupun titipan. Presiden terbelenggu dengan titipan itu dan koalisi partai di DPR sehingga negara bergejolak.
Para pembantu Presiden Prabowo tidak ada yang berani memberikan masukan yang positif agar Presiden tidak tercela, namun cenderung menjebak.
PMPHI Sumut pun menilai Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsuddin sangat mapan dan mampu mengatasi masalah paling rumit di negara ini, dan karena berbagai masukan serta bisikan dari kelompok yang ingin menjerumuskan Prabowo, Sjafrie Sjamsuddin berjuang keras menghempang kejahatan- kejahatan oleh pembantu Presiden.
"Presiden terbelenggu para pembantunya, namun Menhan Sjafrie Sjamsuddin tetap kerja keras, tidak perduli resiko untuk menjaga wibawah Presiden serta keutuhan NKRI", ujar Gandi seraya menambahkan berbagai penilaian tentang unjukrasa baru-baru ini, ada yang bilang ditunggangi kepentingan negara luar, ada yang bilang disponsori para koruptor dan bermacam macam.
"Harapan kami kepada Presiden Prabowo, dengarkan jeritan masyarakat lemah jangan hanya memelihara orang kaya seperti para pejabat atau yang diduga koruptor. Jangan biarkan masyarakat putus asa, para mahasiswa harapan Bangsa dan Negara mereka pasti tidak mau turun kejalan kerena kepentingan negara lain, mereka bersuara untuk kepentingan bangsa dan negara walaupun sangat beresiko", ujar
Gandi Parapat menyampaikan yang sudah hampir 3 minggu mengikuti situasi negara di Jakarta, yang dalam persiapan pulang ke Medan kemarin.**
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News