Jakarta, MPOL - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (
BMKG) mengingatkan bahwa ancaman cuaca ekstrem di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Riau masih tinggi meskipun Siklon Tropis Anyar, yang tumbuh di Selat Malaka,.telah dinyatakan melemah pada Rabu (26/11/2025) pukul 07.00 WIB, demikian Forecaster
BMKG Agie Wandala Putra mengatakan dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema "Bersatu Siapkan Langkah Antisipasi Potensi Bencana Alam" Kamis (27/11) di
DPR RI Jakarta.
Baca Juga:
Menurutnya kondisi siaga bencana hidrometeorologi tetap perlu diberlakukan mengingat hujan ekstrem dan angin kencang masih berpotensi terjadi dalam 24 hingga 72 jam ke depan. Agie menyampaikan duka cita mendalam atas korban jiwa akibat cuaca ekstrem yang melanda sejumlah daerah. Ia menekankan bahwa siklon yang awalnya dikenal sebagai bibit siklon tropis 95B itu merupakan fenomena langka karena tumbuh sangat dekat dengan wilayah Indonesia.
"Biasanya badai tropis tidak terbentuk sedekat ini dengan Indonesia. Ini menjadi bukti bahwa perubahan iklim dan pemanasan global memberikan dampak nyata."
BMKG mencatat siklon telah melewati fase badai tropis, namun sirkulasinya masih aktif dan terus bergerak ke arah timur. Kecepatan angin masih mencapai 56 km/jam, cukup memicu pembentukan awan hujan intens di wilayah barat Indonesia.
Dalam 24 jam ke depan, hujan lebat hingga ekstrem diperkirakan masih mendominasi Aceh, Sumatera Utara, dan Riau. Kondisi tanah yang sudah jenuh meningkatkan risiko banjir bandang, longsor, dan gangguan serius terhadap aktivitas penyelamatan di lapangan.
Selain hujan ekstrem,
BMKG memperkirakan angin kencang serta ketinggian gelombang lebih dari 2 meter di pesisir Barat dan Utara Sumatera. Aktivitas masyarakat di wilayah pesisir, termasuk nelayan, diminta dihentikan sementara demi keselamatan. "Ini adalah sistem yang kompleks. Ancaman masih bergerak dalam dua hingga tiga hari ke depan." Indonesia tengah memasuki fase hujan di atas normal akibat penguatan angin barat dan interaksi sistem monsun dengan gelombang tropis. Bahkan saat ini terdapat dua sistem badai yang dekat dengan Indonesia: satu di Laut Cina Selatan dan satu di sekitar Sumatera.
Sejarah mencatat fenomena serupa pernah terjadi, termasuk Tropical Cyclone Vamei (2001) dan Siklon Seroja (2021) yang melanda Nusa Tenggara Timur. Karena itu, Ia menilai penting bagi masyarakat untuk memiliki memori bencana yang lebih kuat agar respons cepat dapat dilakukan.
Untuk itu
BMKG Imbau Masyarakat Tetap Waspada, pentingnya pemantauan informasi resmi dari
BMKG, BNPB, BPBD, dan tim lapangan, terutama karena curah hujan di sejumlah titik telah mencapai kategori ekstrem, yakni lebih dari 150 mm per hari. "Meski ada indikasi pelemahan, mohon tetap waspada. Proses evakuasi pun perlu sangat hati-hati karena kondisi di lapangan masih berat."
BMKG memperkirakan kondisi mulai membaik dalam empat hingga lima hari ke depan, meski kewaspadaan tetap diperlukan mengingat Indonesia memasuki puncak musim hujan pada Januari, tutur Agie Wandala Putra.
Sedangkan anggota Komisi III
DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan,mengatakan mendesak Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status tanggap bencana menyusul cuaca ekstrem dan banjir besar yang melanda Sumatera Utara, Sumatera Barat, hingga Riau dalam beberapa hari terakhir. Langkah cepat pemerintah sangat dibutuhkan karena situasi di lapangan telah menyentuh level darurat dan mengancam keselamatan warga.
Pernyataannya dengan mengajak seluruh pihak mendoakan para korban bencana alam yang terjadi akibat pembentukan siklon tropis di Selat Malaka. Fenomena cuaca ekstrem yang memicu hujan hingga 150 milimeter per hari dan angin kencang berkecepatan lebih dari 56 km/jam itu "tidak biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya."
"Sudah banyak video yang kita lihat di media sosial, semua menyayat hati. Air deras membawa pohon, jembatan putus, kota gelap karena listrik padam. Ini bukan situasi yang bisa ditunda."
Selama tiga hari terakhir ia intens berkomunikasi dengan keluarga, komunitas, dan relawan di berbagai daerah, termasuk Toba Raya, Tapanuli Tengah, Sibolga, hingga Medan. Ia menyebut rumah ibu mertuanya di Medan kini terendam air hingga melebihi lutut. "Biasanya alur sungai menuju Belawan tidak pernah seperti ini. Siang ini ibu mertua saya harus diungsikan karena air masuk ke rumah. Medan gelap karena hujan ekstrem dan listrik padam."
Upaya pengecekan kondisi keluarga dan warga juga terhambat karena listrik padam, komunikasi terputus, dan akses jalan rusak. Sejumlah relawan yang dikirim pun terpaksa kembali karena kondisi cuaca memburuk dan medan berbahaya. Melihat tingkat kerusakan dan ancaman lanjutan dari cuaca ekstrem yang diperkirakan masih berlangsung hingga tiga minggu ke depan, Hinca meminta pemerintah pusat segera mengambil langkah cepat. "Saya kira presiden harus segera menetapkan status tanggap bencana. Ini urusan kemanusiaan. Negara harus hadir penuh, baik makanan, air, bantuan medis, maupun penyelamatan warga yang masih terancam," tegasnya.
Ia menyebut komunikasi dengan Kapolda Sumatera Utara dan jajaran kepolisian menunjukkan bahwa bantuan mulai didistribusikan, namun kondisi alam membuat penanganan di banyak titik sangat sulit. PLN juga tengah bekerja memulihkan listrik yang padam akibat pohon tumbang, tutur Hinca Panjaitan. (ZAR)
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani