Jumat, 28 November 2025

Hindari Konflik Berkepanjangan, Anggota Komisi XIII DPR RI Dr Maruli Siahaan: Pemerintah Segera Tetapkan Batas Wilayah Adat dan Buka Peta Konsesi PT.T

Josmarlin Tambunan - Rabu, 26 November 2025 23:31 WIB
Hindari Konflik Berkepanjangan, Anggota Komisi XIII DPR RI Dr Maruli Siahaan: Pemerintah Segera Tetapkan Batas Wilayah Adat dan Buka Peta Konsesi PT.T
Kombes Pol (Purn) Dr Maruli Siahaan SH.MH saat menghadiri RDP dan RDPU di gedung DPR RI Jakarta, Rabu (26/11).(ist)
Jakarta, MPOL: Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi Golkar Kombes. Pol. (Purn). Dr. Maruli Siahaan SH.MH mengatakan, bahwa akar konflik PT. TPL adalah bersumber dari ketidakjelasan batas lahan dan status masyarakat adat. Banyak lahan yang diklaim turun-temurun oleh warga justru masuk ke dalam konsesi perusahaan, sementara pengakuan formal terhadap wilayah adat masih tertunda.

Baca Juga:
Untuk menghindari konflik pemerintah harus segera menetapkan batas wilayah adat dan membuka secara transparan seluruh peta konsesi agar tidak terus terjadi tumpang tindih dan perselisihan di lapangan.

Hal itu dikatakan Dr Maruli Siahaan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi XIII dengan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) di Gedung Nusantara II Lt.3, Jakarta, Rabu (26/11). Pembahasan agenda rapat ini adalah Tindak Lanjut RDP tanggal 17 November 2025 dan Penjelasan PT. Toba Pulp Lestari terkait Komitmen Perseroan dalam menjunjung tinggi Prinsip-Prinsip HAM dalam menjalankan kegiatan Operasionalnya.


Dalam agenda rapat ini, Dr Maruli Siahaan menyampaikan pandangan objektif dan komprehensif mengenai konflik berkepanjangan antara masyarakat dan PT Toba Pulp Lestari (TPL). Ia menilai bahwa persoalan ini telah berkembang menjadi masalah serius yang menyentuh dimensi hak asasi, keberlanjutan lingkungan, akses ruang hidup, serta merosotnya kepercayaan publik terhadap pemerintah dan perusahaan.

Selain soal tanah, Maruli juga menyoroti laporan warga mengenai banjir, kekeringan, hilangnya sumber air, hingga penyempitan ruang hidup akibat aktivitas industri. Ia mendorong pemerintah dan lembaga independen melakukan audit lingkungan terpadu untuk memastikan fakta di lapangan secara objektif, sekaligus menilai apakah operasional perusahaan berkontribusi terhadap kerusakan ekologis.

"Audit ilmiah dan terbuka sangat diperlukan agar penyelesaian masalah tidak didasarkan pada asumsi, tetapi pada data yang dapat dipertanggungjawabkan," ujarnya.

Dalam aspek sosial, Maruli menyampaikan keprihatinan atas kasus pembatasan akses warga yang melewati jalan dalam area konsesi. Ia menegaskan bahwa perusahaan tidak boleh menutup jalan yang menjadi akses menuju rumah, ladang, sekolah, ataupun layanan kesehatan. Negara, menurutnya, harus memastikan mobilitas masyarakat tetap terjaga dan tidak dijadikan korban situasi konflik.

Isu yang tak kalah penting adalah adanya laporan intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi warga. Maruli menyatakan bahwa penyelidikan terbuka sangat diperlukan untuk memastikan apakah tindakan tersebut benar terjadi dan siapa pihak yang bertanggung jawab. Ia menekankan pentingnya perlindungan bagi warga yang berani melapor, agar masyarakat tidak merasa takut menyampaikan keluhannya.

Lebih jauh, Maruli menyoroti terjadinya perpecahan horizontal dalam masyarakat akibat perbedaan sikap terhadap keberadaan TPL. Menurutnya, pemerintah perlu memimpin proses dialog inklusif yang melibatkan tokoh adat, tokoh agama, perempuan, serta lembaga independen agar rekonsiliasi sosial dapat terbangun kembali.

Menutup pandangannya, Maruli menekankan bahwa persoalan TPL kini telah menjadi krisis kepercayaan yang menuntut langkah-langkah transparan, tegas, dan berkeadilan. Ia mendorong pemerintah untuk menyampaikan laporan terbuka kepada publik, sementara TPL diminta mengevaluasi pendekatan sosialnya dengan lebih humanis dan akuntabel.

"Konflik ini hanya dapat diselesaikan bila negara hadir sebagai penjamin keadilan dan perusahaan menunjukkan komitmen nyata untuk menghormati hak masyarakat serta menjaga keberlanjutan lingkungan", pungkasnya.

Selain dengan PT.TPL, RDP dan RDPU dilakukan bersama denganDirjen Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Plt. Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM di Ruang Rapat Komisi XIII.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Josmarlin Tambunan
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru