Medan, MPOL - Kapolrestabes Medan, KBP Gidion Arif Setyawan membeberkan hasil penyelidikan terhadap tujuh anggota Satreskrim Polrestabes Medan yang melakukan penganiayaan terhadap Budianto Sitepu (42). Korban akhirnya meninggal dunia setelah sempat mendapatkan perawatan di RS Bhayangkara, Medan.
Baca Juga:
Gidion menyebut pihaknya sudah melakukan pemeriksaan terhadap anggotanya secara internal yang melakukan penangkapan pada saat itu, guna melakukan upaya paksa.
"Ada enam personel yang kita sampaikan diawal, ini tujuh personel yang kami lakukan pendalaman pemeriksaan secara internal. Lalu terhadap tujuh orang tersebut kita lakukan
penempatan khusus (
patsus)," kata Gidion Arif di Polrestabes Medan, Jumat (27/12/2024) sore.
Patsus, dikatakan Gidion, merupakan suatu proses yang cukup
extra ordinary yang dilakukan dalam tahap penyidikan atau pemeriksaan internal terhadap kasus kode etik.
"Nah, kemudian kami juga melakukan pemeriksaan terhadap enam orang lainnya terhadap saksi, ada saksi eksternal antara lain rekanan dari saudara almarhum BS yang waktu itu dibawa ke polres maupun yang ada di TKP Sei Semayang. Lalu kepada penyidik yang menerima pelimpahan terhadap penerimaan tersangka juga sudah kami lakukan pemeriksaan," jelasnya.
Gidion menyebut pihaknya juga sudah melakukan pemeriksaan cctv, saksi-saksi yang melengkapi peristiwa tersebut juga sudah dilakukan pemeriksaan.
Selanjutnya, penyidik Propam Polrestabes Medan menyimpulkan ada indikasi kuat memang terjadi
kekerasan yang dilakukan personel Satreskrim Polrestabes Medan terhadap korban sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia di RS Bhayangkara. Kemudian, hal itu sejalan dengan laporan polisi (LP) yang diberikan atau yang dibuat pengacara keluarga korban ke Polda Sumut, yaitu LP tentang penganiayaan berat yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang.
"Keluarga juga membuat LP tentang pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota di Polda Sumut. Karena itu proses selanjutnya dilakukan oleh Polda Sumut, khususnya adalah Bid Propam," sebutnya.
"Kami di sini melakukan pemeriksaan awal dan sudah melakukan upaya paksa terhadap personel berupa
patsus. Kemudian langkah selanjutnya kami serahkan ke Polda Sumut untuk pemeriksaan lebih lanjut, baik terhadap laporan kode etik maupun laporan pidana," sambungnya.
Dasar Penangkapan
KBP Gidion menjelaskan awal mula peristiwa korban sampai dianiaya hingga akhirnya meninggal dunia. Kata Gidion dugaan awal proses tertangkap tangan. Memang pada waktu penangkapan belum ada surat perintah penyelidikan, surat perintah penangkapan, maupun administrasi penyidikan lainnya pada saat melakukan upaya paksa. Karena dasarnya, sambung Gidion adalah tertangkap tangan.
"Dalam proses penangkapan, kami menduga
kekerasan terjadi pada proses penangkapan. Untuk kepastiannya nanti kami lakukan pendalaman pada proses penyidikan, karena ini harus
clear antara bukti subyektif dan obyektif," ujarnya.
Dumaria menangis histeris meratapi jasad suaminya Budianto Sitepu di Kamar Jenazah RS Bhayangkara, Medan.
Eks Kapolres Metro Jakarta Utara ini mengungkap hasil autopsi korban. Dijelaskan Gidion bahwa ada pendarahan pada batang otak, pendarahan pada kepala, lalu luka di pipi, rahang, lalu luka di bagian mata pada korban. Kemudian dalam visum tersebut terbukti korban mengalami
kekerasan benda tumpul. Petunjuk itu kini masih didalami pihaknya.
"Saya rasa sejalan dengan beberapa saksi di TKP yang melihat bahwa BS (korban) berboncengan dengan salah satu temannya D, yang kemudian disergap anggota. Saat disergap jatuh dari sepeda motor. Ada pergumulan dalam proses itu, karena benturannya cukup keras kalau terjadi pendarahan, pasti ada benda tumpul yang membentur," katanya.
Setelah korban dan temannya ditangkap dan dibawa menuju Polrestabes Medan, Gidion menduga ada
kekerasan yang dialami korban. Hal ini akan ia pastikan dan harus
clear dengan proses
kekerasan terjadi. Kemudian korban dimasukkan ke ruang tahanan di tempat penahanan sementara.
"Pada saat dilakukan upaya paksa memang belum dilakukan penahanan karena belum 1x24 jam, karena itu kami sampaikan dalam rangka upaya paksa dan dalam konteks penangkapan. Karena sudah larut malam, di ruang penangkapan tadi korban muntah-muntah dan kemudian menyampaikan tak kuat, kemudian dibawa ke rumah sakit dan meninggal dunia di rumah sakit sekira pukul 10.30 WIB," terangnya.
Kronologi dan Kasus yang Dialami Korban
Sebagaimana yang disampaikan keluarga korban, Gidion menjelaskan korban bersama teman-temannya sedang minum tuak di kedai yang bertetangga dengan mertua dari Panit Resmob Satreskrim Polrestabes Medan, Ipda ID. Lalu adanya persoalan pelemparan seng di
kedai tuak pada Senin, 23 Desember 2024.
"Tanggal 24 Desember minum-minum lagi sampai larut malam sampai tanggal 25 dini hari. Yang menjadi persoalan anggota saya Ipda ID melaporkan ke anggota lain Tim URC yang waktu itu siaga, karena waktu itu malam Natal semua anggota di luar. Ada tim-tim yang memang menyebar,
timsus. Timsus ini ditugaskan bergerak malam mengatasi 3C. Saat itu mereka di Binjai dipanggil merapat ke lokasi oleh Ipda ID," ungkapnya.
Setelah itu, tambah Gidion, terjadi peristiwa antara Ipda ID bersama
timsus dengan korban dan rekannya. Hal ini menjadi proses yang harus diklarifikasi apakah ada persoalan pribadi antara Ipda ID dengan korban.
"Ipda ID ini Panit Resmob bersama 6 orang lainnya mereka bertugas di Resmob dan Pidum, memang
timsus tugas luar. Semalam saya hitungnya 6 itu dengan Panit, rupanya 7 sama Panit," ujarnya.
Gidion juga menyampaikan bahwa dua temannya korban, Girin dan Dedy sudah dipulangkan kepada keluarganya, Kamis (26/12) malam, setelah dilakukan pemeriksaan. Keduanya diperiksa sebagai saksi terkait salah satu di antaranya membawa sajam pada saat peristiwa penganiyaan itu terjadi.
"Saya tadi ke keluarga teman korban dan meyakinkan bahwa kondisinya baik-baik saja. Untuk
clear juga saya bawa ke RS Bhayangkara untuk mendapatkan perawatan," pungkasnya.*
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News