Senin, 23 Juni 2025

Pentingnya Revisi Undang-undang Pangan untuk Memperkuat Kedaulatan Pangan

Zainul Azhar - Rabu, 21 Mei 2025 11:54 WIB
Pentingnya Revisi Undang-undang Pangan untuk Memperkuat Kedaulatan Pangan
Jakarta, MPOL - Pentingnya revisi Undang-undang Pangan untuk memperkuat Kedaulatan Pangan demikian anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan, mengatakan dalam Forum Legislasi "DPR RI Segera Bahas RUU Pangan Untuk Mendukung Program Pemerintah", Selasa (20/5) di DPR RI Jakarta.

Baca Juga:
Meurutnya pentingnya revisi Undang-Undang Pangan demi memperkuat kedaulatan pangan nasional dan menanggulangi ketergantungan impor yang dinilainya semakin akut. Johan mengkritik keras lemahnya arah kebijakan pangan nasional dan dominasi pasar impor yang menurutnya menggerus produksi dalam negeri.

"Kalau Bung Karno bilang, pangan itu hidup matinya sebuah bangsa. Tapi undang-undang kita belum mampu menjamin ketahanan, apalagi kedaulatan pangan." Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 gagal menekan dominasi produk impor, serta tak memberikan sanksi tegas bagi praktik impor berlebih yang merugikan petani lokal. Ia menyebut bahwa revisi undang-undang ini harus berangkat dari prinsip konstitusional, yakni perlindungan rakyat dan penguasaan negara atas sumber daya pangan.

"Negara tidak boleh menyerahkan urusan pangan kepada mekanisme pasar semata. Negara harus hadir, memimpin, dan menjamin bahwa rakyat terlindungi dalam urusan pangan."

Tiga kelemahan utama dalam UU Pangan 2012: lemahnya orientasi pada produksi nasional, tiadanya sanksi untuk impor yang berlebihan, dan tidak adanya penguatan terhadap pasal 33 UUD 1945 tentang penguasaan negara atas sumber daya alam.

Ia juga menyoroti lemahnya kebijakan cadangan pangan. "Bulog hanya diberi kuota menyerap 3 juta ton dari total produksi 19 juta ton. Lalu, nasib 16 juta ton produksi petani ke mana?" ujarnya, mengkritik kebijakan HPP (Harga Pembelian Pemerintah) yang menurutnya tak berpihak pada mayoritas petani.

Dalam kesempatan ini Ia mempertanyakan klaim pemerintah soal penghentian impor beras. "Kalau benar kita bisa mempengaruhi harga beras dunia, mengapa harga dalam negeri masih tinggi?" Sambil mengingatkan bahwa Indonesia masih bergantung pada impor kedelai, gula, daging, dan bawang putih.

RUU Pangan, harus menegaskan batasan kuantitatif dan prosedur ketat dalam kebijakan impor. Ia menyerukan perumusan strategi swasembada pangan yang bukan hanya wacana politik, tapi langkah berdaulat dalam menghadapi krisis global, konflik geopolitik, dan perubahan iklim.

Ia juga menyarankan adanya reformasi kelembagaan, termasuk pembentukan Kementerian Pangan sebagai institusi teknis yang menggabungkan fungsi Bulog dan Bappenas dalam urusan pangan. "Tapi Bulog harus tetap ada dan diperkuat sebagai instrumen pemerintah."

Dengan usulan desain besar (grand design) empat pilar strategis ketahanan pangan: produksi yang berdaulat dan berkelanjutan, distribusi yang adil dan terkendali, konsumsi yang bergizi dan berbasis lokal, serta cadangan yang tangguh dan mandiri. Ia juga mendorong agar penetapan lahan pertanian berkelanjutan menjadi prioritas nasional dan terintegrasi dalam tata ruang wilayah.

"Pangan adalah urusan hidup mati bangsa. Negara harus berada di depan. Ini bukan sekadar kebijakan, tapi mandat konstitusi," tegas Johan.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Marini Rizka Handayani
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Penuhi Keluhan Warga, Anggota DPR RI Komisi XIII Kombes Pol (Purn) Dr Maruli Siahaan SH.MH Berikan Tanah Timbun Lorong Gereja Belawan
DPR RI dan Direktur Pemberdayaan BGN Kampanyekan MBG di Salapian Langkat
BNNP Sumut Musnahkan Ladang Ganja di Madina dan Ungkap Peredaran Narkoba Jaringan Aceh, Komisi III DPR RI Dukung Penuh Pemberantasan Narkoba
Kunker Komisi XIII DPR RI Ke Banjarmasin, KBP (Purn) Dr Maruli Siahaan SH.MH Tekankan Urgensi Pembaharuan Hukum
Pentingnya Transformasi Digital Ditubuh Korlantas Polri
Komisi IX DPR RI dan BGN Kampanyekan Program MBG Kepada Warga Desa Tanjung Keriahan Langkat
komentar
beritaTerbaru